Hukum amnesti pajak secara universal diakui tepat
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Prof Romli Atmasasmita menyebutkan bahwa program amnesti pajak secara hukum telah diakui masyarakat secara universal sebagai langkah yang tepat.
"Kebijakan amnesti pajak yang sudah merupakan hukum, yang telah diakui oleh masyarakat secara universal dan merupakan langkah yang tepat, terbaik dalam situasi tertentu," ujar Romli di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.
Hal itu dia katakan ketika memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah dalam sidang uji materi Undang Undang Amnesti Pajak di Mahkamah Konstitusi.
Romli berpendapat dari segi kepastian hukum, kebijakan amnesti pajak sudah diakui secara universal dalam berbagai sistem hukum di dunia.
"Dengan tujuan ketertiban, keadilan, dan kemanfaatan, dan kepastian itu melengkapi ketiganya," ujar Romli.
Sidang uji materi UU Amnesti Pajak ini meliputi empat perkara yang dimohonkan oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati.
Seluruh pemohon menilai bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini bersifat diskriminatif bagi seluruh warga negara karena sdeolah- olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.
Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.
Para pemohon kemudian meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.
"Kebijakan amnesti pajak yang sudah merupakan hukum, yang telah diakui oleh masyarakat secara universal dan merupakan langkah yang tepat, terbaik dalam situasi tertentu," ujar Romli di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.
Hal itu dia katakan ketika memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah dalam sidang uji materi Undang Undang Amnesti Pajak di Mahkamah Konstitusi.
Romli berpendapat dari segi kepastian hukum, kebijakan amnesti pajak sudah diakui secara universal dalam berbagai sistem hukum di dunia.
"Dengan tujuan ketertiban, keadilan, dan kemanfaatan, dan kepastian itu melengkapi ketiganya," ujar Romli.
Sidang uji materi UU Amnesti Pajak ini meliputi empat perkara yang dimohonkan oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati.
Seluruh pemohon menilai bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini bersifat diskriminatif bagi seluruh warga negara karena sdeolah- olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.
Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.
Para pemohon kemudian meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.