Anas mantan ketua umum Demokrat penuhi panggilan KPK

id anas urbaningrum, anas penuhi panggilan kpk

Anas mantan ketua umum Demokrat penuhi panggilan KPK

Anas Urbaningrum (FOTO ANTARA)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat yang menjadi tersangka dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain Anas Urbaningrum memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Terima kasih teman-teman sekalian, maaf lama menunggu, sesuai yang tadi saya sampaikan, saya tidak lupa alamat KPK di Rasuna Said," kata Anas Urbaningrum saat tiba di gedung KPK Jakarta, Jumat sekitar pukul 13.40 WIB.

Anas yang mengenakan baju organisasi masyarakat yang ia dirikan, Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) itu memenuhi panggilan yang ketiga setelah dua kali pemanggilan pemeriksaan sebelumnya yaitu pada 31 Juli 2013 dan 7 Januari 2014 Anas tidak hadir.

"Kedua, kalau ada yang bilang Anas tidak mau dipanggil KPK, memang tidak mau karena nama saya Anas. Jangan dipanggil KPK, memang tidak mau karena nama saya Anas, jangan dipanggil KPK, istri saya memanggilnya abah, teman-teman ada yang memanggil mas," tambah Anas yang ditemani loyalisnya Gede Pasek Suardika.

Artinya, kata dia, KPK tidak perlu melakukan pemanggilan paksa yang didukung oleh anggota brigade mobil (Brimob) bersenjata.

Namun hingga saat ini KPK belum menyatakan apakah langsung menahan Anas setelah diperiksa.

"Penahanan merupakan kewenangan penyidik," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

KPK juga tidak menyiapkan sel khusus untuk Anas meskipun sudah ada 13 sel tambahan yang telah selesai dibangun di rumah tahanan Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur.

"KPK tidak akan menyiapkan sel khusus kepada siapapun, KPK tetap harus menjaga kehormatan seorang tersangka sesuai koridor hukum. KPK hanya akan menegakan hukum secara tegas kepada siapapun yang punya indikasi kuat melakukan tindak pidana korupsi, sangat sederhana," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Anas saat konferensi pers di rumahnya di Duren Sawit sebelum datang ke KPK mengatakan sudah berkunjung (sowan) kepada ibu dan mertuanya sebelum diperiksa KPK.

"Kemarin saya sowan ke ibu di Blitar karena sowan ke ibu, saya anggap sesuatu yang penting. Saya juga sowan bapak dan ibu mertua, dua-duanya saya anggap orang tua saya sebagai jimatnya hidup, kalau tidak sowan untuk urusan sepenting ini, saya akan kehilangan jimat hidup," kata Anas.

Ia pun mengaku tidak mangkir dari pemanggilan KPK. "Saya tidak mangkir tapi sesuai saran tim penasihat hukum yang memberikan saran bahwa surat panggilannya itu harus ditanyakan apa maksudnya. Saya juga bingung secara pribadi apa yang dimaksud dan atau proyek-proyek lainnya bukan hanya untuk kepentingan saya tapi juga terkait dengan kepentingan para penasihat hukum saat mendampingi agar jelas apa sangkaan kepada saya," tambah Anas.

Pada Selasa (7/1), Anas hanya mengutus sejumlah pengacara yaitu Firman Wijaya, Indra Nathan Kusnadi dan Carrel Ticualu serta Juru Bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Ma'mun Murod Al-Barbasy serta loyalis Anas Tri Dianto ke KPK untuk meminta klarifikasi kalimat di surat perintah penyidikan (sprindik) mengenai dugaan korupsi proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lainnya.

Ia pun mengaku tidak akan lari dari KPK dan ingin mengungkapkan kebenaran dan keadilan bersama KPK.

"Anas tidak akan pernah lari, Anas pasti akan menghadapi proses hukum di KPK untuk menegakkan hukum di negeri ini dan saya tidak perlu dijemput brimob bersenjata karena Alhamdulilah saya tahu alamat KPK di Jalan Rasuna Said, dan sekali lagi mau lari ke mana? Paspor saya diambil khusus oleh petugas imigrasi," tambah Anas.

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang.

KPK saat ini sedang menggali keterangan mengenai sumber pendanaan Kongres Partai Demokrat 2010 yang diduga mengalir dari proyek Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp463,66 miliar.

Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Uang itu diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain memabyar hotel dan membeli "blackberry" beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain.