Rizal menambahkan bahwa meskipun peningkatan profit menjadi tujuan utama, M&A juga sering dilakukan untuk tujuan strategis lainnya, seperti mendapatkan teknologi baru, memperluas pasar, atau mendiversifikasi bisnis untuk mengurangi risiko.Langkah ini sangat penting untuk menjaga stabilitas jangka panjang perusahaan, sehingga merger tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan, tetapi juga untuk memastikan kelangsungan dan perkembangan perusahaan di tengah tantangan pasar yang dinamis.
Misalnya, merger antara Gojek dan Tokopedia yang membentuk entitas baru bernama GoTo.
GoTo kini menjadi ekosistem teknologi terbesar di Indonesia, dengan layanan yang mencakup transportasi, e-commerce, dan keuangan digital.
Dia berpendapat GoTo dapat menjadi bukti bahwa sinergi yang tepat dapat menciptakan nilai tambah yang besar, baik bagi perusahaan, konsumen, maupun perekonomian secara keseluruhan.
Dirinya juga mencatat bahwa pasca-pandemi, aktivitas M&A kembali meningkat. Perusahaan kini tidak hanya fokus pada bertahan, tetapi juga berupaya untuk berkembang melalui konsolidasi yang lebih strategis.
Berbeda dengan kondisi selama pandemi yang lebih menekankan pada efisiensi biaya dan penyesuaian mendadak terhadap krisis, M&A usai pandemi lebih ditopang oleh teknologi dan inovasi yang menjadi pendorong utama.
Contohnya adalah merger antara PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN). Merger ini disebut mencerminkan tren konsolidasi industri sebagai respons terhadap tingginya permintaan akan layanan data dan digitalisasi.
“Dengan investasi yang lebih efisien dan strategi bisnis yang terintegrasi, merger antara XL Axiata dan Smartfren berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dan merubah lanskap industri,” tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom rinci daftar perusahaan yang makin kuat usai merger