Kemenko Marves: Transisi energi juga untuk amankan energi terjangkau
Jakarta (ANTARA) - Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin menekankan bahwa transisi energi bukan sekadar peluang untuk mengurangi perubahan iklim, namun juga untuk mengamankan energi terjangkau sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan salah satunya.
“Setiap orang dan segala hal harus beradaptasi dengan kebijakan, struktur pembiayaan, praktek industri, dan perilaku konsumen semuanya perlu berkembang," kata Rachmat dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Tantangan itu melampaui politik, di mana perlu bekerja dengan masyarakat untuk menyebarkan pemahaman dan mendorong tindakan kolektif. Meskipun masing-masing mungkin memiliki titik awal berbeda dan menghadapi tantangan yang unik, tambahnya.
Namun demikian, katanya, semua orang dapat berbagi kesempatan untuk berkontribusi pada gerakan keberlanjutan global.
"Berkali-kali saya merasakan semangat kolaborasi terbuka, dan saya tetap berharap, bahkan optimistis bahwa bersama-sama kita dapat membangun dunia yang berkelanjutan," ucapnya. Dia menjelaskan bahwa kerja sama serta kolaboratif antarnegara merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia dan diperlukan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan negara berkembang tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan.
"Kolaborasi bukanlah pilihan, melainkan keharusan," kata Rachmat.
Menurutnya, skala perubahan tidak dapat tercapai tanpa kolaborasi dan investasi, terutama dari orang-orang yang memiliki lebih banyak (balance sheet) neraca keuangan dari negara-negara yang lebih maju, serta tanpa riset dan teknologi yang dapat diakses dan juga tanpa pendanaan yang menguntungkan negara-negara berkembang sekalipun.
Sebelumnya Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan juga mengatakan tentang pentingnya mendatangkan para pembicara ke negara-negara berkembang karena untuk menciptakan kolaborasi diperlukan rasa saling memahami dan pemahaman isu yang lebih mendalam dari negara-negara maju yang biasanya memiliki lebih banyak akses ke teknologi.
Itulah sebabnya digelar diskusi penting International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) selama dua hari pada 5-6 September, katanya.
“Setiap orang dan segala hal harus beradaptasi dengan kebijakan, struktur pembiayaan, praktek industri, dan perilaku konsumen semuanya perlu berkembang," kata Rachmat dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Tantangan itu melampaui politik, di mana perlu bekerja dengan masyarakat untuk menyebarkan pemahaman dan mendorong tindakan kolektif. Meskipun masing-masing mungkin memiliki titik awal berbeda dan menghadapi tantangan yang unik, tambahnya.
Namun demikian, katanya, semua orang dapat berbagi kesempatan untuk berkontribusi pada gerakan keberlanjutan global.
"Berkali-kali saya merasakan semangat kolaborasi terbuka, dan saya tetap berharap, bahkan optimistis bahwa bersama-sama kita dapat membangun dunia yang berkelanjutan," ucapnya. Dia menjelaskan bahwa kerja sama serta kolaboratif antarnegara merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia dan diperlukan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan negara berkembang tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan.
"Kolaborasi bukanlah pilihan, melainkan keharusan," kata Rachmat.
Menurutnya, skala perubahan tidak dapat tercapai tanpa kolaborasi dan investasi, terutama dari orang-orang yang memiliki lebih banyak (balance sheet) neraca keuangan dari negara-negara yang lebih maju, serta tanpa riset dan teknologi yang dapat diakses dan juga tanpa pendanaan yang menguntungkan negara-negara berkembang sekalipun.
Sebelumnya Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan juga mengatakan tentang pentingnya mendatangkan para pembicara ke negara-negara berkembang karena untuk menciptakan kolaborasi diperlukan rasa saling memahami dan pemahaman isu yang lebih mendalam dari negara-negara maju yang biasanya memiliki lebih banyak akses ke teknologi.
Itulah sebabnya digelar diskusi penting International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) selama dua hari pada 5-6 September, katanya.