Jakarta (ANTARA) - Mpox yang sebelumnya dikenal sebagai monkeypox atau cacar monyet menjadi perhatian publik di dunia beberapa waktu belakangan seiring penetapan status kegawatdaruratan global akibat wabah infeksi virus penyakit ini untuk kedua kalinya oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Status kegawatdaruratan ini ditetapkan akibat varian clade 1B yang menurut pakar kesehatan sekaligus Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama, lebih berbahaya dari clade II yang ada di dunia pada tahun lalu.
WHO mencatat terdapat lebih dari 100.000 kasus Mpox yang terkonfirmasi telah dilaporkan sejak wabah global dimulai pada tahun 2022.
Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan penularan berpusat di Republik Demokratik Kongo dengan 90 persen dari kasus yang dilaporkan pada tahun 2024.
Di negara itu, dilaporkan telah ada lebih dari 16.000 dugaan kasus termasuk 575 kematian pada tahun 2024. Varian yang ditemukan yakni clade IB dan clade I endemik.
Varian clade IB yang semula hanya di Afrika, kemudian menyebar ke berbagai negara termasuk Swedia. Di Asia Tenggara, Thailand menemukan kasus pertama varian baru clade IB, lalu Filipina melaporkan kasus dari jenis clade II yang lebih ringan.
Sementara di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencatat terdapat sebanyak 88 kasus sejak tahun 2022 dan sekitar 12-14 kasus pada tahun ini.
Menurut Menkes, kasus di Indonesia lebih banyak varian clade IIB yang bisa diobati dengan tingkat fatalitas yang kecil. Pasien di Indonesia pun dapat pulih sehingga masyarakat tak perlu khawatir.
Ikhtiar menanggulangi Mpox
Mpox telah menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia, dan dengan langkah-langkah yang terus dilakukan pemerintah