Vebri menjelaskan Tari Gending Sriwijaya dianggap sah hanya karena ada kebiasaan yang sejak proklamasi kemerdekaan RI digunakan sebagai tari sambut.
Begitu juga Tari Tepak (kemudian dikenal Tari Tanggai) sebagai turunan Tari Gending Sriwijaya dan terlahir karena insiden peristiwa pemberontakan G30S PKI.
Dalam catatan sejarah Pemerintahan Provinsi Sumsel, menurut Vebri hanya dua bentuk tari itulah yang dianggap sebagai tari sambut yang sering digunakan.
Lalu Pemerintah Kota Palembang pun kemudian menggunakan kedua tari ini sebagai tari sambut, namun setali tiga uang dengan Pemerintah Provinsi Sumsel, Pemkot Palembang tidak kunjung pula membuat dasar hukumnya.
Dasar hukum tentang posisi tari sambut sangat penting untuk perlindungan dan pelestarian, jika ada kasus penyalahgunaan fungsi dapat ditegur oleh pemerintah dan masyarakat.
Begitu pula jika ada yang mengaku-aku pencipta dari salah tari sambut tersebut, maka bisa saja dilaporkan sebagai pelanggar hak cipta (plagiator).
Vebri menyimpulkan bahwa Tari Sambut Sumsel dapat dikatakan antara ada dan tiada.
Dikatakan ada karena berdasarkan cerita lisan dari mulut ke mulut dan bahkan tertulis dari beberapa catatan sejarah.
Berita Terkait
Dinas Pariwisata Palembang apresiasi peringatan pertempuran 5H5M
Selasa, 2 Januari 2024 6:42 Wib
Lima karya budaya Sumsel ditetapkan jadi warisan budaya tak benda
Jumat, 1 September 2023 14:15 Wib
Kemendikbud: Tiga begawan budaya raih tanda kehormatan dari Presiden Jokowi
Selasa, 15 Agustus 2023 14:13 Wib
Wali Kota Palembang setujui objek cagar budaya jadi gedung kesenian
Rabu, 8 Maret 2023 7:05 Wib
Eros Djarot: Tugas wartawan memberikan pencerahan kepada masyarakat
Jumat, 3 Maret 2023 9:22 Wib
Seniman Palembang tak kenal lelah perjuangkan gedung kesenian
Sabtu, 18 Februari 2023 9:05 Wib
Tokoh teater Nano Riantiarno meninggal dunia
Jumat, 20 Januari 2023 12:30 Wib
Budayawan: Tawuran tak bisa dikaitkan dengan budaya warga Palembang
Rabu, 18 Januari 2023 6:19 Wib