Wali Kota Palembang setujui objek cagar budaya jadi gedung kesenian
Palembang (ANTARA) - Wali Kota Palembang Harnojoyo menyetujui objek cagar budaya Balai Pertemuan Sekanak menjadi gedung kesenian untuk memfasilitasi seniman dan budayawan di Ibu kota Provinsi Sumatra Selatan itu berekspresi dan berkarya.
Hal tersebut dikemukakan Wali Kota Palembang, ketika menerima audiensi Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB), di Palembang, Selasa.
"Saya setuju kalau Balai Pertemuan dijadikan tempat kesenian, untuk itu saya minta tim Dinas Kebudayaan Kota Palembang berkoordinasi dengan AMPCB dan mengajukan ke BPKAD kota," ujar Harnojoyo.
Menurut dia, masukan yang disampaikan budayawan dan seniman yang tergabung dalam AMPCB Palembang terkait pelestarian cagar budaya benar sekali.
"Siapa lagi yang menjaga cagar budaya kalau tidak kita sendiri, sama seperti Dulmuluk kalau tidak ditampilkan lagi pasti bakal hilang," kata Wali Kota.
Koordinator AMPCB Palembang, Vebri Al Lintani mengatakan sangat senang dengan pernyataan Wali Kota Palembang Harnojoyo menyetujui Balai Pertemuan dijadikan Gedung Kesenian Palembang.
“Pak Wali sudah mengabulkan kehendak para seniman dan ini setelah bertahun-tahun kami berjuang, hampir 30 tahun berjuang untuk memperoleh gedung kesenian. Kami mengucapkan terima kasih kepada Harnojoyo,” ujar Vebri.
Dia menjelaskan AMPCB Palembang akhir-akhir gencar melakukan aksi unjuk rasa dan terus menggelorakan aspirasi dengan slogan (tagline) "Palembang Darurat Cagar Budaya".
"Cagar budaya yang kami lihat di kota tua ini tidak ada implementasi. Sampai hari ini belum ada satupun cagar budaya yang disertifikasi didaftarkan secara nasional, dengan disetujui Balai Pertemuan Sekanak untuk gedung kesenian diupayakan segera didaftarkan sertifikasinya," ujar Vebri.
Sementara seniman Ali Goik menjelaskan Balai Pertemuan itu adalah cagar budaya yang masuk dalam kawasan cagar budaya Benteng Kuto Besak (BKB).
Kawasan BKB dikenal sebagai kawasan societiet di zaman Keresidenan Palembang dibangun pada 1928, terletak di sebelah barat Benteng Kuto Besak, tepatnya di Jalan Sekanak, Kecamatan Bukit Kecil.
Dalam kawasan societeit ini terdapat tiga gedung, pertama dua gedung di antara jalan Sekanak dan Jalan Bari, gedung utama menghadap ke Jalan Sekanak, sedangkan gedung ke dua menghadap Jalan Bari.
Selain itu, gedung utama yang saat ini dikenal dengan Balai Prajurit atau disebut juga dengan rumah bola digunakan sebagai gedung pertunjukan (schouw burg) dan kegiatan bersenang-senang seperti pesta dansa oleh Belanda.
Lalu di zaman Belanda menjadi Bioskop Luxor (1928) dan Bioskop Mustika (1970) di masa kemerdekaan.
Sedangkan di belakangnya, terdapat bangunan yang sekarang menjadi Sekretariat Himpunan Putera Puteri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD).
Kemudian gedung yang menghadap Sungai Musi atau Jalan Sultan Mahmud Badaruddin II dikenal sebagai Balai Pertemuan atau Gedung Pamong Praja.
Kedua gedung tersebut dibangun dengan gaya arsitektur art deco, ujar Ali.*
Hal tersebut dikemukakan Wali Kota Palembang, ketika menerima audiensi Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB), di Palembang, Selasa.
"Saya setuju kalau Balai Pertemuan dijadikan tempat kesenian, untuk itu saya minta tim Dinas Kebudayaan Kota Palembang berkoordinasi dengan AMPCB dan mengajukan ke BPKAD kota," ujar Harnojoyo.
Menurut dia, masukan yang disampaikan budayawan dan seniman yang tergabung dalam AMPCB Palembang terkait pelestarian cagar budaya benar sekali.
"Siapa lagi yang menjaga cagar budaya kalau tidak kita sendiri, sama seperti Dulmuluk kalau tidak ditampilkan lagi pasti bakal hilang," kata Wali Kota.
Koordinator AMPCB Palembang, Vebri Al Lintani mengatakan sangat senang dengan pernyataan Wali Kota Palembang Harnojoyo menyetujui Balai Pertemuan dijadikan Gedung Kesenian Palembang.
“Pak Wali sudah mengabulkan kehendak para seniman dan ini setelah bertahun-tahun kami berjuang, hampir 30 tahun berjuang untuk memperoleh gedung kesenian. Kami mengucapkan terima kasih kepada Harnojoyo,” ujar Vebri.
Dia menjelaskan AMPCB Palembang akhir-akhir gencar melakukan aksi unjuk rasa dan terus menggelorakan aspirasi dengan slogan (tagline) "Palembang Darurat Cagar Budaya".
"Cagar budaya yang kami lihat di kota tua ini tidak ada implementasi. Sampai hari ini belum ada satupun cagar budaya yang disertifikasi didaftarkan secara nasional, dengan disetujui Balai Pertemuan Sekanak untuk gedung kesenian diupayakan segera didaftarkan sertifikasinya," ujar Vebri.
Sementara seniman Ali Goik menjelaskan Balai Pertemuan itu adalah cagar budaya yang masuk dalam kawasan cagar budaya Benteng Kuto Besak (BKB).
Kawasan BKB dikenal sebagai kawasan societiet di zaman Keresidenan Palembang dibangun pada 1928, terletak di sebelah barat Benteng Kuto Besak, tepatnya di Jalan Sekanak, Kecamatan Bukit Kecil.
Dalam kawasan societeit ini terdapat tiga gedung, pertama dua gedung di antara jalan Sekanak dan Jalan Bari, gedung utama menghadap ke Jalan Sekanak, sedangkan gedung ke dua menghadap Jalan Bari.
Selain itu, gedung utama yang saat ini dikenal dengan Balai Prajurit atau disebut juga dengan rumah bola digunakan sebagai gedung pertunjukan (schouw burg) dan kegiatan bersenang-senang seperti pesta dansa oleh Belanda.
Lalu di zaman Belanda menjadi Bioskop Luxor (1928) dan Bioskop Mustika (1970) di masa kemerdekaan.
Sedangkan di belakangnya, terdapat bangunan yang sekarang menjadi Sekretariat Himpunan Putera Puteri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD).
Kemudian gedung yang menghadap Sungai Musi atau Jalan Sultan Mahmud Badaruddin II dikenal sebagai Balai Pertemuan atau Gedung Pamong Praja.
Kedua gedung tersebut dibangun dengan gaya arsitektur art deco, ujar Ali.*