Dia mengatakan perlawanan Palestina akan mencakup penangguhan penahanan administratif dalam negosiasi pertukaran sandera, namun Israel diperkirakan akan menolak usulan tersebut.
Sementara itu, Waleed Al-Houdali, penulis Palestina yang pernah menjadi tahanan mengatakan Israel menggunakan penahanan administratif untuk mengintimidasi rakyat Palestina dan mematahkan semangat mereka untuk memainkan peran sosialnya.
Houdali pernah dipenjara selama 12 tahun dan menjadi tahanan administratif dua kali selama 20 bulan dan empat bulan.
"Penahanan administratif diperbarui pada momen terakhir ketika kita berharap dibebaskan. Ini dilakukan untuk memberikan tekanan psikologis kepada tahanan dan keluarga mereka," ujar Houdali.
"Pengadilan-pengadilan penahanan administratif itu seperti pertunjukan teater," kata sang penulis, dan menyebut pengadilan seperti itu sebagai "alat perang psikologis."
Istri Houdali juga ditangkap dan dipisahkan dari putrinya yang masih balita. Ia dimasukkan ke tahanan administratif selama 36 bulan.
Sejak perang Israel di Jalur Gaza mulai berlangsung pada 7 Oktober, gelombang besar penahanan dan penangkapan telah terjadi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Sudah sebanyak 4.675 rakyat Palestina ditangkap oleh pasukan Israel, menurut data terbaru dari kelompok urusan tahanan Palestina.
Sedikitnya 2.870 warga Palestina ditahan di penjara Israel di bawah penahanan administratif; 2.345 ditahan sejak 7 Oktober. Angka itu merupakan yang tertinggi dalam 30 tahun.
Penahanan administratif memungkinkan otoritas Israel untuk memperpanjang masa penahanan seorang tahanan tanpa dakwaan atau pengadilan.
Kebijakan seperti itu diwarisi dari mandat rezim Inggris terhadap Palestina. Dengan kebijakan tersebut, di bahwa undang-undang darurat 1945, Inggris menahan warga Palestina tanpa dakwaan.
Kebijakan yang dilarang oleh hukum internasional itu telah diterapkan Israel terhadap seluruh warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, sejak 1967.
Sumber: Anadolu