KPK panggil penyanyi Nayunda Nabila terkait perkara SYL

id KPK,Syahrul Yasin Limpo ,SYL,Nayunda Nabila Nirzinah

KPK panggil penyanyi Nayunda Nabila terkait perkara SYL

Mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo usai diperiksa penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2023). (ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil penyanyi Nayunda Nabila Nirzinah untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan), dengan tersangka mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi di Kementan RI, dengan tersangka SYL dan kawan-kawan, atas nama Nayunda Nabila Nirzinah," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Ali menjelaskan Nayunda menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Meski demikian Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai alasan pemanggilan terhadap Nayunda.

Selain itu, Kamis, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap ajudan mentan bernama Panji Harjanto; direktur Serelia Ismail Wahab; Direktur PT. Centra Biotech Indonesia Adam Sediyodadi Putra; serta dua pihak swasta yakni Fajar Noviandra dan Nur Habibah Al Majid.

Pada tanggal 13 Oktober 2023, KPK secara resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di Kementan.

Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai mentan periode 2019 sampai 2024. Dengan jabatannya itu, SYL membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari aparatur sipil negara (ASN) Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.

Kurun waktu kebijakan SYL memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.

SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Muhammad Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian barang maupun jasa.

Atas arahan SYL, Kasdi dan Hatta lalu memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I.

Besaran nilai uang tersebut telah ditentukan SYL dengan kisaran 4.000-10.000 dolar AS. Penerimaan uang melalui Kasdi dan Hatta itu dilakukan rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

KPK mencatat uang yang dinikmati SYL bersama dengan KS dan MH, sebagai bukti permulaan, berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian, tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).