Restorasi terumbu karang untuk investasi masa depan

id Restorasi terumbu karang, kelestarian laut, ilegal fishing

Restorasi terumbu karang untuk investasi masa depan

Belasan relawan dari Bontosua Community Restorasi Team yang berprofesi sebagai nelayan menyusun "star reef" atau rangka berbentuk bintang dalam proses restorasi terumbu karang di sekitar Pulau Bontosua, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. ANTARA/HO-Sheba Hope Reef

Demikian juga manfaat nutrisi ikan-ikan karang menjadikan ikan, yang sebelumnya tidak dipedulikan nelayan karena rasanya kurang enak, akhirnya diburu karena mengetahui sekarang harga jualnya tinggi. Di sisi lain, perubahan iklim secara global dan pengasaman laut juga turut mengancam terumbu karang di seluruh dunia.
 
Indonesia memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap kematian terumbu karang akibat tekanan sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga pengawasan kelestariannya harus terus dilakukan.
 
Saat ini fenomena coral bleaching atau pemutihan karang tidak dapat dihindari, termasuk menyerang Indonesia. Pemutihan yang terjadi merupakan respons karang yang menggambarkan stres di lingkungan ekstrem.
Peningkatan suhu air laut, radiasi Matahari, masukan air tawar, kontaminasi bahan kimia dan penyakit, dan overfishing dapat menyebabkan hilangnya sebagian zooxanthellae yang bersimbiosis pada jaringan karang.
 
Belum lagi soal sampah plastik yang terus berdatangan dari berbagai muara sungai dan terbawa arus sampai terus masuk sirkulasi arus laut dunia yang terus berputar.
 
Tanpa tindakan nyata untuk mengurangi sampah plastik maka makin memperparah kerusakan terumbu karang. Saat ini sejumlah karang sekitar pantai yang mulai terdampak namun makin hari keberadaan sampah plastik akan sulit terkendali dan mengancam terumbu karang di laut lepas.

 
Restorasi untuk investasi
 
Restorasi terumbu karang di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan untuk menyelamatkan aset bangsa sekaligus investasi masa depan yang sebenarnya dengan metode yang tepat, hasilnya dapat dalam waktu singkat.
 
Satu proyek restorasi terumbu karang terbesar di Indonesia yang berlokasi di sekitar Pulau Bontosua, Sulawesi Selatan, menjadi bukti bahwa dalam waktu singkat perubahan ekosistem terumbu karang mampu menjadi magnet bagi biota laut untuk datang.
 
Sejumlah nelayan setempat mengungkap, dalam kurun 1 tahun sejak penanaman terumbu karang pada tahun 2019, biota laut mulai berdatangan dan hasil tangkapan nelayan naik signifikan dua tahun kemudian dengan rata-rata pada angka 30 persen.
 
Sebelumnya, nelayan harus berlayar jauh untuk mendapatkan ikan, namun sekarang mereka cukup mencari ikan di sekitar pantai karena terumbu karang hampir menutupi seluruh kawasan pulau itu.
 
Itulah mengapa akhirnya nelayan setempat mendukung restorasi terumbu karang yang didanai Mars Incorporated, salah satu perusahaan besar di dunia.
 
Tidak tanggung-tanggung perusahaan itu mengucurkan dana sekitar 10 juta dolar AS setara Rp153 miliar dengan luas restorasi lebih dari 3 hektare yang direncanakan sampai tahun 2029.
 
Salah satu keberhasilan restorasi itu adalah menerapkan metode yang tepat, pemeliharaan dan pelibatan masyarakat setempat untuk memelihara dan mengawasi perairan yang direstorasi.
 
Lili Handayani, salah satu tenaga ahli proses restorasi itu mengungkap, metode MARRS (Mars Assisted Reef Restoration System) dengan struktur rangka penumbuh terumbu karang berupa star reef atau berbentuk bintang yang diperkenalkannya, terbuka untuk diaplikasikan di lokasi lain.
 
Tim MARRS telah melakukan banyak pelatihan metode itu kepada institusi lain, namun banyak yang kemudian mengembangkan model serupa tanpa pemahaman yang benar dalam pemeliharaannya sehingga bisa berujung kegagalan.
 
Yang harus diperhatikan selain struktur rangka dan pelapis rangka yang tepat, faktor pemeliharaan selama proses pembentukan terumbu karang juga sangat menentukan.
Jadi restorasi terumbu karang bukan soal membuat rangka dengan model yang sama lalu ditanam di dasar laut, melainkan proses pelapisan dan jenis terumbu karang yang ditanam juga harus diambil dari bahan-bahan di sekitar lokasi restorasi.
 
Yang penting juga adalah tidak sekadar ditanam lalu ditinggal dengan harapan bisa tumbuh secara alami karena ada proses pemeliharaan agar benar-benar bangunan terumbu buatan dipenuhi berbagai karang.
 
Tempelan terumbu karang yang sengaja dipasang wajib terus dimonitor apakah yang terlepas akibat hantaman gelombang atau tidak, dan juga populasi alga harus awasi jangan sampai menutupi seluruh badan terumbu karang yang bisa mengganggu perkembangbiakannya.
 
Dengan memberikan edukasi kepada komunitas setempat soal pemeliharaan terumbu karang akan semakin menjadi jaminan terumbu karang berkembang dengan baik. Ini simbiosis mutualisme karena nelayan yang menjaga terumbu karang dan nelayan pula mendapat berkah melimpahnya ikan-ikan untuk ditangkap.

Selanjutnya ada hal lain yang disoroti pihak pengembang terumbu karang yaitu perlu aturan main penangkapan ikan di sekitar terumbu karang agar tidak terjadi overfishing dan pengawasan dari penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Demikian juga pengembangan kawasan terumbu karang yang indah sebagai lokasi wisata juga harus mempertimbangkan dampak ikutannya seperti pengelolaan sampah sekitarnya agar tidak merusak pertumbuhan terumbu karang.

Restorasi terumbu karang di Pulau Bontosua bisa menjadi model untuk restorasi di tempat lain yang tingkat kerusakannya mungkin bisa lebih parah.

Jangan tunda restorasi terumbu karang untuk masa depan Indonesia, sebelum semuanya terlambat.