Jakarta (ANTARA) - Korban penipuan surat izin usaha perdagangan (SIUP) Rizky Ayu Jessica menilai jaksa penuntut umum (JPU) tak maksimal dalam menyusun tuntutan kepada terdakwa Shirly Prima Gunawan.
"Saya melihat ada indikasi JPU tidak maksimal menyusun tuntutan," kata kuasa hukum korban, Martin Lukas Simanjuntak usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Menurut Martin, ketentuan pidana yang harus diutamakan yakni asas kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Maka, lanjut dia, seharusnya yang menjadi prioritas tuntutan adalah SIUP palsu tersebut, bukan sekedar penipuan yang hukumannya lebih ringan dan relatif.
Dia menyayangkan jaksa tidak menerapkan Pasal 263 tentang Pemalsuan Surat, melainkan hanya memberikan tuntutan berdasarkan Pasal 378 terkait Penipuan.
Dia mengatakan SIUP sudah terbukti menjadi alat penipuan terhadap pelapor dalam fakta persidangan.
Dikhawatirkan ke depan jika ada kasus penipuan surat palsu apakah akan dibiarkan tanpa dilakukan penuntutan sehingga masyarakat tertarik melakukan hal yang sama.
Harapannya, lembaga peradilan dapat menerapkan asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) tanpa membeda-bedakan status orang yang bermasalah dengan hukum.
"Jangan sampai nanti maling ayam ditahan tetapi kalau maling tas atau yang jual tas, menipu bisa lepas di persidangan," tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Martin, selaku kuasa hukum telah mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial dengan tembusan Ketua Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Negeri dan Komisi III DPR.
Surat itu sebagai permohonan pemantauan dan investigasi perkara dengan nomor berkas: 136/Pid.B/2023/PN Jakarta Selatan.
Sebelumnya, Rizky Ayu Jessica melaporkan Shirly Prima Gunawan memberikan bilyet giro atau giro kosong atau ditolak oleh otoritas bank.
Berawal dari adanya jaminan bisnis tas bermerek sebesar Rp18 miliar melalui surat pernyataan hutang yang akhirnya tidak terealisasikan pembayarannya.
Akibat tindakan terdakwa, korban mengalami kerugian sebanyak 17 tas dengan merek Dior, Hermes, Chanel, dan lainnya sesuai yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Perkara Pidana Nomor 136/Pid.B/2023/PN. JKT SEL.
Perkara ini menyebabkan korban mengalami kerugian secara materiel dan imateriel.
Terdakwa kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan terkait surat izin usaha perdagangan (SIUP) Shirly Prima Gunawan dituntut hukuman dua tahun enam bulan penjara.
"Terdakwa dituntut dua tahun enam bulan dikurangi masa penahanan. Dibebani biaya perkara Rp2 ribu," ujar Hakim ketua Samuel Ginting di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/8).
Kemudian, hakim ketua memutuskan sidang lanjutan dengan agenda nota pembelaan dari terdakwa pada Selasa (5/9) mendatang.