Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi kenaikan indeks dolar AS dan yield obligasi pemerintah AS.
"(Kenaikan itu) disebabkan oleh wait and see data manufaktur AS dan data tenaga kerja non pertanian AS yang akan rilis Jumat ini," ujar dia di Jakarta, Rabu.
Selain itu, pergerakan rupiah diprediksi masih akan tertekan karena ekonomi AS semakin menguat dan data manufaktur China yang memburuk.
"(Data) Purchasing Managers Index (PMI) China (versi Caixin) menunjukkan kontraksi 49,2 pada Juli 2023 (dari 50,5 pada Juni 2023),” ungkap Rully.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah 0,23 persen atau 35 poin menjadi Rp15.150 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.115 per dolar AS.
Dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), menyusul data yang menggembirakan terkait manufaktur dan konstruksi AS pada Juni, yang mengimbangi penurunan lowongan pekerjaan ke level terendah dalam lebih dari dua tahun.