Jakarta (ANTARA) - Kewenangan pemerintah daerah (pemda) menaikkan harga eceran tertinggi (HET) LPG bersubsidi 3 kilogram di daerah dipertanyakan karena ditengarai memberatkan masyarakat dan tidak berdampak terhadap berkurangnya beban subsidi pada APBN.
"Harusnya kenaikan HET LPG oleh pemda berdasarkan persetujuan resmi DPRD dan atas pertimbangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina," kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Adapun kewenangan pemda mengatur HET LPG bersubsidi terdapat dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (LPG). Pasal 24 ayat (4) Permen ini menyatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama Pemerintah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) berhak menetapkan harga eceran tertinggi LPG tertentu untuk pengguna LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG tertentu.
Sofyano mengakui pemda memang punya kewenangan menaikkan HET LPG subsidi di daerahnya, tapi pemda sendiri seharusnya punya kepekaan sosial ekonomi dan paham benar apa dampaknya terhadap rakyat pengguna LPG subsidi dengan kenaikan HET LPG.
Menurut dia, kewenangan tersebut menjadi penyebab naiknya harga eceran nyata di masyarakat sebagaimana dinyatakan oleh Dirjen Migas Kementerian ESDM belum lama ini.
"Seharusnya, HET LPG tidak diputuskan sepihak oleh pemda karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, hajat hidup rakyat," katanya.
Sofyano berargumen bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) butir C Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pembinaan Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di Daerah, pemda hanya berwenang menentukan HET LPG subsidi untuk jarak di atas 60 km dari SPBE/filling station yang ada di daerah.
"Jadi untuk HET LPG subsidi di bawah jarak 60 km harusnya tetap berlaku HET nasional yang ditetapkan Menteri ESDM. Untuk itu, Menteri ESDM seharusnya membatalkan HET LPG yang ditetapkan Pemda yang tidak sesuai dengan Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM tersebut," sebutnya.
Karena itu, Sofyano meminta Menteri ESDM agar mencabut kewenangan yang diberikan kepada pemda tentang koreksi naik HET LPG sebelum hal ini menjadi persoalan besar di masyarakat.
Tentang penentuan HET LPG subsidi oleh Pemda, Sofyano juga mendesak agar Permen ESDM Nomor 26 tahun 2009 direvisi, khususnya yang terkait kewenangan pemda menetapkan HET LPG di daerah, agar sejalan dengan Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 5 Tahun 2011.
Di sisi Lain, HET LPG subsidi seharusnya hanya satu yakni HET yang berlaku secara nasional, tegasnya.
"Sebenarnya agen dan pangkalan kan ada dalam jangkauan pemerintah atau Pertamina juga, sebagaimana halnya dengan SPBU. Jadi seharusnya tidak perlu ada HET Pemda, tetapi HET tunggal secara nasional saja sebagaimana harga BBM," ujar Sofyano Zakaria.