Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal perdagangan Rabu, menguat seiring penurunan inflasi Amerika Serikat (AS).
Rupiah pada Rabu pagi dibuka naik 12 poin atau 0,08 persen ke posisi Rp15.373 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.385 per dolar AS.
"Rilis data inflasi konsumen AS bulan Februari kemarin yang menunjukkan angka inflasi yang lebih rendah dari sebelumnya menambah ekspektasi pasar bahwa The Fed mungkin tidak akan agresif menaikkan suku bunga acuannya lagi," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ariston menuturkan inflasi AS turun menjadi enam persen secara tahunan (year on year/yoy) di Februari 2023.
Inflasi menjadi pertimbangan utama Bank Sentral AS atau The Fed dalam menaikkan suku bunganya sejak tahun lalu. Meskipun angkanya masih jauh dari target dua persen, tapi di tengah krisis perbankan AS saat ini The Fed bisa mengerem laju kenaikan suku bunganya.
Menurut dia, kebangkrutan dua bank besar AS, Silicon Valley Bank dan Signature Bank, sudah membalikkan ekspektasi suku bunga The Fed yang agresif. Kebangkrutan dua bank besar tersebut disinyalir akibat kebijakan suku bunga tinggi The Fed.
Di sisi lain, sebagian pelaku pasar mengambil sikap keluar dari aset berisiko sambil mengevaluasi perkembangan masalah kebangkrutan tersebut. Hal itu bisa menahan penguatan rupiah yang termasuk aset berisiko.
Dari dalam negeri, hasil surplus neraca perdagangan RI bulan Februari 2023 mungkin bisa juga membantu penguatan rupiah. Hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan neraca perdagangan Februari 2023.
Ariston memperkirakan rupiah berpeluang menguat ke arah Rp15.330 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran 15.400 per dolar AS.
Pada Selasa (14/3) rupiah ditutup menurun delapan poin atau 0,06 persen ke posisi Rp15.385 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.377 per dolar AS.