Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal perdagangan Kamis melemah dipicu indikasi akan kenaikan inflasi di Amerika Serikat (AS).
Rupiah dibuka menurun 30 poin atau 0,20 persen ke posisi Rp15.265 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.235 per dolar AS.
"Rupiah bisa berbalik melemah terhadap dolar AS hari ini dengan semakin meningkatnya ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi ANTARA di Jakarta.
Ariston menuturkan data survei aktivitas manufaktur AS Januari menunjukkan bahwa harga yang dibayarkan oleh perusahaan manufaktur meningkat. Hal itu mengindikasikan inflasi bakal naik.
Di sisi ekonomi, PMI (Indeks Manajer Pembelian) manufaktur AS Februari naik tipis menjadi 47,7 persen dari pembacaan Januari sebesar 47,4 persen, Institute for Supply Management melaporkan pada Rabu (1/3/2023). Para ekonom yang disurvei oleh The Wall Street Journal memperkirakan indeks mencapai total 47,6 persen. Angka di bawah 50 persen mengindikasikan kontraksi di sektor tersebut.
Selain itu, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS juga naik di mana tenor 10 tahun sudah menyentuh empat persen.
Para pejabat Bank Sentral AS atau The Fed pada Rabu (1/3/2023) terpecah atas apakah data inflasi tinggi baru-baru ini dan pasar pekerjaan yang terus-menerus panas akan membutuhkan suku bunga yang lebih ketat, atau hanya kesabaran dalam mempertahankan kebijakan moneter yang ketat untuk jangka waktu yang lebih lama.
Para pejabat Fed akan mengajukan proyeksi baru pada pertemuan dalam tiga minggu, dan para analis serta investor memperkirakan suku bunga rata-rata yang dilihat oleh pejabat untuk akhir 2023 akan bergerak mungkin seperempat poin lebih tinggi dari 5,1 persen yang diantisipasi pada Desember.