Jakarta (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan Gunung Karangetang di Pulau Siau, Provinsi Sulawesi Utara, tercatat telah memuntahkan sebanyak 145 juta meter kubik magma selama dua dekade terakhir.
Koordinator Gunung Api PVMBG Badan Geologi Oktory Prambada mengatakan berdasarkan volume laju erupsi jangka panjang terdapat 1.237 titik panas yang tercatat melalui citra anomali panas sejak tahun 2000 sampai sekarang.
"Kami konversi ke dalam akumulasi volume magma itu sebanyak 145 juta meter kubik dari tahun 2000 hingga terakhir krisis pada tahun 2019, sehingga kalau kami rata-ratakan output per harinya adalah 21.000 meter kubik," ujarnya dalam konferensi pers yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Sementara itu, volume laju erupsi jangka pendek yang terhitung sejak 2018 sampai 2019, akumulasi volume magma yang dikeluarkan selama satu tahun adalah sebesar 7 juta meter kubik.
Oktory menerangkan bahwa volume laju erupsi jangka pendek (2018-2019) merupakan akumulatif magma cukup besar di Gunung Karangetang.
"Apakah ini bisa terjadi lagi di tahun ini? Memungkinkan karena dalam sejarahnya lonjakan-lonjakan akumulasi volume ini juga terjadi pada tahun 2007, 2011, dan terakhir pada 2019," ungkapnya.
Berdasarkan laporan PVMBG, Gunung Karangetang merupakan gunung api paling aktif di Indonesia dengan seringnya mengalami kejadian erupsi hampir setiap tahun. Karakteristik erupsinya berupa erupsi eksplosif tipe strombolian serta pertumbuhan kubah lava yang sering diikuti oleh kejadian guguran lava.
Bahaya Gunung Karangetang umumnya diakibatkan oleh guguran lava dari kubah lava dan bahaya sekunder berupa lahar.
Risiko bahaya semakin tinggi karena daerah di sekitar Gunung Karangetang memiliki jarak antara batas pantai dengan pusat erupsi hanya lebih kurang empat kilometer dan di dalam area itu juga terdapat banyak pemukiman.
Oktory menuturkan Gunung Karangetang selalu mengalami aktivitas vulkanik berupa dinamika gempa yang berasosiasi dengan suplai magma yang terjadi hampir tiap hari.
Akan tetapi, output yang didominasi oleh gempa embusan dan gempa guguran justru baru muncul pada Januari 2022 sampai Februari 2023.
Ketika guguran itu sudah muncul, maka ada lava yang keluar dari Gunung Karangetang, kemudian membeku dengan cepat.
Seismogram masih menunjukkan peningkatan output magma pada Oktober 2022 hingga kini. Seismik mengindikasikan masih adanya pergerakan magma dengan pelepasan berupa lava, guguran, dan embusan intensif pada Februari 2023.
Satelit thermal belum merekam adanya hotspot di puncak Gunung Karangetang secara signifikan. Satelit thermal masih mengindikasikan efusi atau aliran lava ke permukaan dengan intensitas rendah.
Aktivitas vulkanik Gunung Karangetang dicirikan oleh pertumbuhan kubah lava yang terus bertambah umumnya terjadi pada kawah utama (bagian selatan). Karakteristik erupsi Gunung Karangetang adalah erupsi efusif atau leleran lava.
Fenomena yang terjadi di Gunung Karangetang bukan volume abu vulkanik, tetapi asap yang dihasilkan oleh kontak pendinginan aliran lava (dengan hujan lokal) yang mencapai 400 sampai 500 meter ke atas puncak.
Menurut Oktory, erupsi gunung api tersebut tidak akan secara langsung mengakibatkan gangguan penerbangan.
"Belum ada sejarahnya erupsi Gunung Karangetang mengganggu penerbangan, tetapi kalau kita lihat dari atas pesawat ada sinar terang, itu api abadi Siau," pungkasnya.