AKBP Ari Cahya Nugraha sebut diperintahkan Ferdy Sambo ke rumahnya di Duren Tiga
Jakarta (ANTARA) - AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay mengatakan diperintahkan oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo untuk datang ke rumahnya di Komplek Polri Duren Tiga usai Brigadir J tewas ditembak pada 8 Juli lalu.
Keterangan tersebut disampaikannya dalam persidangan pemeriksaan saksi AKP Irfan Widyanto dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu.
"Beliau hanya memerintahkan saya datang ke rumah, kemudian saya datang. Kurang lebih ditelpon 17.30 dengan kalimat, 'Cay, ke rumah saya sekarang'. Saya sampaikan, 'Siap jenderal', telepon ditutup oleh beliau," kata Acay di hadapan majelis hakim.
Acay menjelaskan ketika menerima telepon ia sedang berada di Kantor Bareskrim Polri dan tidak mengetahui untuk keperluan apa dirinya diminta untuk ke rumah Sambo.
Acay yang saat itu menjabat Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri pun kemudian mengajak AKP Irfan Widyanto yang merupakan Kasubditnya.
Setibanya di rumah dinas Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, sekitar pukul 18.30-18.45 WIB, Acay yang diminta masuk ke dalam rumah oleh Sambo kemudian masuk melewati pintu samping.
"Sampai di sana, terdakwa (AKP Irfan) hanya di luar, saya tidak tahu aktivitasnya apa. Karena saya pribadi yang dipanggil Pak FS (Ferdy Sambo)," ucapnya.
Acay membeberkan bahwa ia mendapati Sambo yang mengenakan pakaian dinas lengkap (PDL) tengah merokok sendirian dengan wajah yang tampak merah. Ia pun mengaku baru berani menghadap Sambo kala itu ketika telah mematikan rokoknya.
"Dengan wajah mohon maaf tidak seperti biasanya, wajahnya merah seperti orang marah," tuturnya.
Acay mengaku saat itu Sambo hanya memintanya masuk ke dalam rumah. Adapun di luar rumah, ia menyebut situasi sudah banyak anggota provost hingga anggota Satreskrim Polres Jakarta Selatan.
Ketika masuk ke dalam rumah ia melihat ada jenazah tergeletak di sebelah tangga, kemudian bertanya mayat siapa itu kepada Sambo. Sambo lantas menjawab bahwa mayat tersebut adalah mayat Brigadir J.
Sambo, ujarnya lagi, menyebut Brigadir J telah bertindak kurang ajar melecehkan istrinya, Putri Candrawathi, dan telah terjadi peristiwa tembak menembak.
"Dengan mimik yang tenang, dia (Bharada E) mengatakan, 'Siap, Ndan, saya yang nembak'," kata Acay menirukan dialog dengan Bharada E.
Acay mengaku juga dimintai tolong oleh Sambo untuk membantu mengangkat jenazah Brigadir J ke tandu untuk kemudian dimasukkan ke dalam ambulans.
"Saya lihat ke dalam jenazah itu sudah ada di dalam kantong namun kesulitan untuk diangkat ke tandu," tuturnya.
Keesokan harinya pada 9 Juli, Acay yang sedang berada di Bali mendapat telepon dari Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nur Patria untuk memeriksa CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Namun, karena sedang berada di Bali, Acay lantas AKP Irfan Widyanto yang merupakan anak buahnya untuk melaksanakan perintah memeriksa CCTV di sekitar rumah dinas Sambo tersebut.
Irfan kemudian diperintahkan Kombes Agus Nurpatria mengambil DVR CCTV di sekitar rumah dinas Sambo dengan yang baru. Hal itu dilakukan dengan menghubungi pemilik usaha CCTV bernama Tjong Djiu Fung alias Afung.
Irfan menjadi satu dari tujuh terdakwa perkara obstruction of justice terhadap pembunuhan Brigadir J, di mana enam terdakwa lainnya adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Arif Rachman Arifin, Kombes Pol. Agus Nurpatria Adi Purnama dan Kompol Chuck Putranto.
Mereka didakwa oleh jaksa dengan Pasal Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Keterangan tersebut disampaikannya dalam persidangan pemeriksaan saksi AKP Irfan Widyanto dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu.
"Beliau hanya memerintahkan saya datang ke rumah, kemudian saya datang. Kurang lebih ditelpon 17.30 dengan kalimat, 'Cay, ke rumah saya sekarang'. Saya sampaikan, 'Siap jenderal', telepon ditutup oleh beliau," kata Acay di hadapan majelis hakim.
Acay menjelaskan ketika menerima telepon ia sedang berada di Kantor Bareskrim Polri dan tidak mengetahui untuk keperluan apa dirinya diminta untuk ke rumah Sambo.
Acay yang saat itu menjabat Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri pun kemudian mengajak AKP Irfan Widyanto yang merupakan Kasubditnya.
Setibanya di rumah dinas Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, sekitar pukul 18.30-18.45 WIB, Acay yang diminta masuk ke dalam rumah oleh Sambo kemudian masuk melewati pintu samping.
"Sampai di sana, terdakwa (AKP Irfan) hanya di luar, saya tidak tahu aktivitasnya apa. Karena saya pribadi yang dipanggil Pak FS (Ferdy Sambo)," ucapnya.
Acay membeberkan bahwa ia mendapati Sambo yang mengenakan pakaian dinas lengkap (PDL) tengah merokok sendirian dengan wajah yang tampak merah. Ia pun mengaku baru berani menghadap Sambo kala itu ketika telah mematikan rokoknya.
"Dengan wajah mohon maaf tidak seperti biasanya, wajahnya merah seperti orang marah," tuturnya.
Acay mengaku saat itu Sambo hanya memintanya masuk ke dalam rumah. Adapun di luar rumah, ia menyebut situasi sudah banyak anggota provost hingga anggota Satreskrim Polres Jakarta Selatan.
Ketika masuk ke dalam rumah ia melihat ada jenazah tergeletak di sebelah tangga, kemudian bertanya mayat siapa itu kepada Sambo. Sambo lantas menjawab bahwa mayat tersebut adalah mayat Brigadir J.
Sambo, ujarnya lagi, menyebut Brigadir J telah bertindak kurang ajar melecehkan istrinya, Putri Candrawathi, dan telah terjadi peristiwa tembak menembak.
"Dengan mimik yang tenang, dia (Bharada E) mengatakan, 'Siap, Ndan, saya yang nembak'," kata Acay menirukan dialog dengan Bharada E.
Acay mengaku juga dimintai tolong oleh Sambo untuk membantu mengangkat jenazah Brigadir J ke tandu untuk kemudian dimasukkan ke dalam ambulans.
"Saya lihat ke dalam jenazah itu sudah ada di dalam kantong namun kesulitan untuk diangkat ke tandu," tuturnya.
Keesokan harinya pada 9 Juli, Acay yang sedang berada di Bali mendapat telepon dari Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nur Patria untuk memeriksa CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Namun, karena sedang berada di Bali, Acay lantas AKP Irfan Widyanto yang merupakan anak buahnya untuk melaksanakan perintah memeriksa CCTV di sekitar rumah dinas Sambo tersebut.
Irfan kemudian diperintahkan Kombes Agus Nurpatria mengambil DVR CCTV di sekitar rumah dinas Sambo dengan yang baru. Hal itu dilakukan dengan menghubungi pemilik usaha CCTV bernama Tjong Djiu Fung alias Afung.
Irfan menjadi satu dari tujuh terdakwa perkara obstruction of justice terhadap pembunuhan Brigadir J, di mana enam terdakwa lainnya adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Arif Rachman Arifin, Kombes Pol. Agus Nurpatria Adi Purnama dan Kompol Chuck Putranto.
Mereka didakwa oleh jaksa dengan Pasal Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.