Kabid Humas: Polda Sumsel tak pernah terima aliran uang kasus tipikor
Ini merespons kesaksian terdakwa mantan Kepala Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Darlizon
Palembang (ANTARA) - Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) Kombes Pol Supriadi menyatakan instansinya tidak pernah menerima aliran uang atau dalam bentuk apa pun yang diduga sebagai suap dan semacamnya atas proses penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor).
Pernyataan tersebut disampaikan Kombes Pol Supriadi kepada wartawan, di Palembang, Senin, untuk merespons kesaksian terdakwa mantan Kepala Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Darlizon, dalam sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap dari proyek pembangunan infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2019 di Pengadilan Negeri Tipikor kota setempat beberapa waktu lalu.
"Saya tegaskan bahwa Polda Sumsel tidak pernah menerima pembagian/aliran setoran uang Rp300 juta-Rp500 juta seperti yang disampaikan oleh yang bersangkutan (terdakwa Dalizon), karena Polda Sumsel ini bekerja sesuai dengan asas profesionalisme," kata dia, didampingi Kepala Subbid Penmas Bidang Humas Polda Sumsel AKBP Erlangga.
Menurut dia, secara substansi pengakuan terdakwa Dalizon tersebut masih perlu dibuktikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Palembang..
Pembuktian dimaksud ialah apakah terdakwa seorang perwira tinggi menengah itu, apakah memiliki alat bukti atau pun saksi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk kesaksian tersebut.
Sehingga, kata dia lagi, dirinya bisa menyatakan dalam persidangan, sebuah pernyataan yang menyasar Polda Sumsel secara instansi, atau secara perorangan oknum anggota di Polda Sumsel telah menerima aliran uang darinya.
Baca juga: Jaksa dakwa pasal berlapis terhadap perwira polisi di Sumsel terkait kasus gratifikasi
“Pengakuan terdakwa Dalizon itu merupakan hasil persidangan dan harus dibuktikan terlebih dahulu,” kata dia pula.
Meskipun demikian ia memastikan, untuk mendukung proses pengungkapan kasus terdakwa Dalizon. Nantinya majelis hakim bisa memerintahkan kepada polisi atau jaksa untuk memberkas yang bersangkutan.
“Makanya kalau memang ada buktinya silakan diajukan oleh yang bersangkutan (Dalizon) ke penyidik baik itu Propam ataupun penyidik kriminal umum," kata dia pula.
Sebelumnya, terdakwa Dalizon saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Palembang pada Rabu (7/8) mengatakan menyetorkan uang senilai Rp500 juta kepada mantan Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol AS atasannya saat itu.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai hakim Mangapul Manalu tersebut, terdakwa Dalizon menyebutkan uang senilai Rp500 juta tersebut disetornya setiap jatuh tempo per tanggal 5 per bulannya, dengan bukti pesan singkat WhatsApp Kombes Pol AS diduga melakukan penagihan bila setoran macet.
Namun pernyataan terdakwa Dalizon telah dibantah oleh Kombes Pol AS termaktub dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan jaksa penuntut umum saat sidang keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Rabu (10/8).
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung menjerat terdakwa AKBP Dalizon dengan Pasal 12e atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Polda: AKBP Dalizon terancam diberhentikan bila terbukti gratifikasi
Kemudian, dalam dakwaan JPU, juga disebutkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 4 huruf b, c, dan d Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian RI.
Selanjutnya, Pasal 7, Pasal 9A Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI.
Menurut JPU, pasal tersebut disangkakan kepada terdakwa karena diduga sudah memaksa Herman Mayori, mantan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin memberikan jatah uang sebesar 5 persen untuk proyek yang sedang dalam penyidikan Subdit III Tipidkor Ditreskimsus Polda Sumatera Selatan, yang saat itu dipimpin terdakwa Dalizon.
Lalu, terdakwa juga diduga meminta jatah sebesar 1 persen untuk pengamanan supaya tidak ada aparat penegak hukum lain yang berupaya melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi pada seluruh proyek yang dikerjakan di Dinas PUPR Musi Banyuasin Tahun 2019.
“Terdakwa Dalizon tanpa hak memaksa Herman Mayori untuk memberikan jatah 5 persen dan 1 persen lain, apabila tidak dipenuhi penyelidikan yang dilakukan personelnya itu akan dilanjutkan,” kata JPU.
Permintaan terdakwa itu akhirnya dipenuhi, dengan memberikan uang senilai Rp10 miliar yang diantarkan seseorang staf Dinas PUPR Musi Banyuasin ke rumah terdakwa di Palembang. Setelah itu yang bersangkutan memerintahkan anggota Subdit III Tipidkor mengehentikan proses penyelidikan tanpa melalui proses gelar perkara.
“Diduga dari Rp10 miliar itu, Rp4,750 miliar diberikan terdakwa ke rekannya AS secara bertahap. Kemudian Rp5,250 miliar digunakan terdakwa untuk tambahan membeli rumah senilai Rp1,5 miliar, tukar tambah mobil Rp300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp1,4 miliar,” kata JPU.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polda Sumsel menyatakan tidak pernah terima aliran uang kasus tipikor
Pernyataan tersebut disampaikan Kombes Pol Supriadi kepada wartawan, di Palembang, Senin, untuk merespons kesaksian terdakwa mantan Kepala Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Darlizon, dalam sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap dari proyek pembangunan infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2019 di Pengadilan Negeri Tipikor kota setempat beberapa waktu lalu.
"Saya tegaskan bahwa Polda Sumsel tidak pernah menerima pembagian/aliran setoran uang Rp300 juta-Rp500 juta seperti yang disampaikan oleh yang bersangkutan (terdakwa Dalizon), karena Polda Sumsel ini bekerja sesuai dengan asas profesionalisme," kata dia, didampingi Kepala Subbid Penmas Bidang Humas Polda Sumsel AKBP Erlangga.
Menurut dia, secara substansi pengakuan terdakwa Dalizon tersebut masih perlu dibuktikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Palembang..
Pembuktian dimaksud ialah apakah terdakwa seorang perwira tinggi menengah itu, apakah memiliki alat bukti atau pun saksi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk kesaksian tersebut.
Sehingga, kata dia lagi, dirinya bisa menyatakan dalam persidangan, sebuah pernyataan yang menyasar Polda Sumsel secara instansi, atau secara perorangan oknum anggota di Polda Sumsel telah menerima aliran uang darinya.
Baca juga: Jaksa dakwa pasal berlapis terhadap perwira polisi di Sumsel terkait kasus gratifikasi
“Pengakuan terdakwa Dalizon itu merupakan hasil persidangan dan harus dibuktikan terlebih dahulu,” kata dia pula.
Meskipun demikian ia memastikan, untuk mendukung proses pengungkapan kasus terdakwa Dalizon. Nantinya majelis hakim bisa memerintahkan kepada polisi atau jaksa untuk memberkas yang bersangkutan.
“Makanya kalau memang ada buktinya silakan diajukan oleh yang bersangkutan (Dalizon) ke penyidik baik itu Propam ataupun penyidik kriminal umum," kata dia pula.
Sebelumnya, terdakwa Dalizon saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Palembang pada Rabu (7/8) mengatakan menyetorkan uang senilai Rp500 juta kepada mantan Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol AS atasannya saat itu.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai hakim Mangapul Manalu tersebut, terdakwa Dalizon menyebutkan uang senilai Rp500 juta tersebut disetornya setiap jatuh tempo per tanggal 5 per bulannya, dengan bukti pesan singkat WhatsApp Kombes Pol AS diduga melakukan penagihan bila setoran macet.
Namun pernyataan terdakwa Dalizon telah dibantah oleh Kombes Pol AS termaktub dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan jaksa penuntut umum saat sidang keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Rabu (10/8).
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung menjerat terdakwa AKBP Dalizon dengan Pasal 12e atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Polda: AKBP Dalizon terancam diberhentikan bila terbukti gratifikasi
Kemudian, dalam dakwaan JPU, juga disebutkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 4 huruf b, c, dan d Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian RI.
Selanjutnya, Pasal 7, Pasal 9A Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI.
Menurut JPU, pasal tersebut disangkakan kepada terdakwa karena diduga sudah memaksa Herman Mayori, mantan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin memberikan jatah uang sebesar 5 persen untuk proyek yang sedang dalam penyidikan Subdit III Tipidkor Ditreskimsus Polda Sumatera Selatan, yang saat itu dipimpin terdakwa Dalizon.
Lalu, terdakwa juga diduga meminta jatah sebesar 1 persen untuk pengamanan supaya tidak ada aparat penegak hukum lain yang berupaya melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi pada seluruh proyek yang dikerjakan di Dinas PUPR Musi Banyuasin Tahun 2019.
“Terdakwa Dalizon tanpa hak memaksa Herman Mayori untuk memberikan jatah 5 persen dan 1 persen lain, apabila tidak dipenuhi penyelidikan yang dilakukan personelnya itu akan dilanjutkan,” kata JPU.
Permintaan terdakwa itu akhirnya dipenuhi, dengan memberikan uang senilai Rp10 miliar yang diantarkan seseorang staf Dinas PUPR Musi Banyuasin ke rumah terdakwa di Palembang. Setelah itu yang bersangkutan memerintahkan anggota Subdit III Tipidkor mengehentikan proses penyelidikan tanpa melalui proses gelar perkara.
“Diduga dari Rp10 miliar itu, Rp4,750 miliar diberikan terdakwa ke rekannya AS secara bertahap. Kemudian Rp5,250 miliar digunakan terdakwa untuk tambahan membeli rumah senilai Rp1,5 miliar, tukar tambah mobil Rp300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp1,4 miliar,” kata JPU.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polda Sumsel menyatakan tidak pernah terima aliran uang kasus tipikor