MPPK nyatakan tetap berada di bawah IDI

id IDI ,Organisasi profesi,putusan MK, Ika Prasetya Wijaya,Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran (MPPK),World Medical A

MPPK nyatakan tetap berada  di bawah IDI

Ketua Umum Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran (MPPK) dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD-KKV. FOTO ANTARA/HO-Youtube.com

Jakarta (ANTARA) - Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran (MPPK) menyatakan organisasi profesi medis yang tercatat di MPPK tetap berada di bawah naungan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
 
Ketua Umum Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran (MPPK) dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD-KKV dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat menyampaikan setiap organisasi profesi medis yang tercatat di MPPK dan IDI telah sepakat untuk tetap solid dan berada di bawah naungan PB IDI.
"Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi tentang tenaga kesehatan telah menyatakan secara jelas bahwa hanya perlu satu wadah organisasi profesi untuk satu jenis tenaga kesehatan. Di Indonesia sendiri, organisasi yang dimaksud adalah IDI," katanya.
 
Ia menambahkan, saat ini terdapat lebih dari 110 Organisasi Profesi dan Keseminatan yang tercatat di MPPK dan berada di bawah naungan IDI.
 
Ia mengemukakan, dalam UU Praktek Kedokteran menjelaskan bahwa organisasi profesi Dokter satu-satunya adalah IDI.

Hal ini dipertegas juga dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2017 yang menyatakan bahwa IDI merupakan satu-satunya organisasi profesi kedokteran di Indonesia.

Ketua Umum PB IDI dr Moh. Adib Khumaidi menjelaskan perbedaan organisasi profesi dengan organisasi masyarakat.

Menurut UU No 17 Tahun 2013 ormas dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasar kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, dan tujuannya untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara.

Sementara organisasi profesi memiliki ciri tunggal untuk satu jenis profesi, kegiatannya dibatasi profesionalisme dan etika, dan untuk mengambil keputusan dalam berorganisasi harus ada forum rapat bersama.

"Untuk organisasi profesi kedokteran, sesuai dengan World Medical Association (WMA), harus bisa merumuskan standar etika, merumuskan kompetensi, dan memperjuangkan kebebasan pengabdian profesi. Muara dari semua ini juga dirasakan oleh masyarakat," kata Adib.

Ia menambahkan, untuk memberikan perlindungan kepada pasien, meningkatkan mutu layanan, dan memberikan kepastian hukum pada masyarakat maka organisasi kedokteran harus tunggal.

"Bila organisasi kedokteran lebih dari satu akan berpotensi membuat standar, persyaratan, sertifikasi keahlian, dan kode etik berbeda dan membingungkan tenaga profesi kedokteran maupun masyarakat yang merupakan pengguna jasa," demikian Moh Adib Khumaidi.