Jakarta (ANTARA) - Sebuah kafe di Tokyo, Jepang, bernama Manuscript Writing Cafe melayani para penulis yang tengah menghadapi tenggat waktu (deadline) dan mereka tidak dapat pergi sampai pekerjaan mereka selesai.
Pemilik kafe Takuya Kawai mengatakan dirinya berharap aturan ketat yang diterapkan di kafenya akan membantu orang fokus menyelesaikan pekerjaan mereka.
Ia mengatakan kafenya menjadi viral di media sosial namun banyak orang berpendapat bahwa aturan tersebut menakutkan, seperti mendapat pengawasan dari belakang. Alih-alih memantau, Kawai mengatakan kehadiran kafe ini justru untuk mendukung penulis.
"Akibatnya apa yang mereka pikir akan memakan waktu sehari ternyata selesai dalam tiga jam, atau tugas yang biasanya memakan waktu tiga jam selesai dalam satu," kata Kawai yang juga seorang penulis, dikutip dari Reuters pada Selasa.
Manuscript Writing Cafe memiliki ruangan yang bersih dan terang dengan 10 kursi yang disediakan untuk penulis, editor, seniman manga, atau siapa pun yang bergulat dengan kata-kata tertulis dan tenggat waktu.
Kafe tersebut menyediakan kopi dan teh yang tidak terbatas dan dapat disajikan sendiri, Wi-Fi berkecepatan tinggi, dan port dok dipasang di setiap kursi.
Ketika pelanggan masuk, mereka akan diminta untuk menuliskan nama, tujuan, dan lama waktu yang mereka rencanakan. Manuscript Writing Cafe juga menyediakan tiga pilihan layanan untuk meminta cek kemajuan saat bekerja atau memastikan pekerjaan pelanggan selesai.
Pelanggan dapat memilih layanan "ringan" jika ingin staf kafe hanya melayangkan tanya apakah pekerjaan mereka telah selesai sesuai yang telah dibayarkan, "normal" yang memungkinkan check-in setiap jam, dan "keras" jika ingin merasakan "tekanan diam-diam" dari staf yang sering berdiri di belakang mereka.
Kafe tersebut mengenakan biaya 130 yen atau sekitar Rp14 ribu untuk 30 menit pertama dan kemudian menjadi 300 yen (Rp33 ribu) setiap jam berturut-turut. Meskipun beberapa pelanggan tetap bertahan hingga melewati waktu tutup kafe, mereka semua akhirnya menyelesaikan pekerjaannya.
Penulis blog Emiko Sasaki, yang menjadi salah satu pengunjung, mengatakan dia menikmati kesempatan untuk bebas dari media sosial dan panggilan telepon yang mengganggu. Ia menyelesaikan target tiga artikel blognya dalam waktu tiga jam.
"Senang bisa konsentrasi menulis," katanya.
Kafe tersebut, awalnya merupakan ruang untuk streaming secara langsung (livestreaming), sangat terdampak oleh pandemi COVID-19 dan kini Kawai berharap kafenya dapat kembali pulih seiring dengan viralnya soal format baru yang ia adopsi.
"Saya tidak tahu karya apa yang mungkin lahir, tapi saya bangga bisa memberikan dukungan saya agar hal-hal yang ditulis di sini bisa dipublikasikan ke seluruh dunia," ujarnya.