Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono dalam keterangannya di Jakarta, Senin mengatakan peringatan itu diterbitkan mengingat status Gunung Anak Krakatau telah naik dari status waspada level II menjadi siaga level III.
"Peningkatan status ini dilakukan setelah melihat hasil pemantauan visual dan instrumental Gunung Anak Krakatau menunjukkan adanya kenaikan aktivitas yang semakin signifikan," ujarnya.
Eko meminta warga di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung untuk tetap tenang dan tidak mempercayai isu-isu tentang erupsi Gunung Anak Krakatau yang akan menyebabkan tsunami.Baca juga: Status Gunung Anak Krakatau naik menjadi level III
Menurutnya, warga masih bisa melakukan kegiatan seperti biasa dengan senantiasa mengikuti arahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Hendra Gunawan mengungkapkan sejak 15 April 2022 Gunung Anak Krakatau terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik berupa hembusan asap maupun tinggi erupsi kolom dengan variasi setinggi 1.000 sampai 2.000 meter dari muka air laut, dan tiga hari terakhir sudah mencapai 3.000 meter.
Berdasarkan pantauan satelit Sentinel-5 (Tropomi) menunjukkan emisi belerang dioksida mulai teramati pada tanggal 14 April dengan belerang dioksida sebesar 28,4 ton per hari, meningkat menjadi 68,4 ton per hari pada 15 April dan meningkat drastis pada tanggal 23 April sebesar 9.219 ton per hari.Hendra menjelaskan pantauan dari magma itu berkorelasi dengan peningkatan aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau saat ini.
Menurutnya, peningkatan belerang dioksida yang signifikan mengindikasikan adanya suplai magma baru dan adanya material magmatik yang keluar ke permukaan berupa lontaran material pijar yang diikuti oleh aliran lava.
Baca juga: Status Gunung Anak Krakatau siaga, keluarkan abu vulkanik hitam
Jumlah belerang dioksida pada periode di atas mencapai 9,2 kiloton. Bila dibandingkan saat periode erupsi 2018, yaitu Juni-Agustus 2018 sebanyak 12,4 kiloton dan September-Oktober 2018 sebanyak 19,4 kiloton.
"Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter lebih kurang dua kilometer merupakan kawasan rawan bencana," jelas Hendra.
Berdasarkan data-data visual dan instrumental potensi bahaya saat ini adalah lontaran material pijar dalam radius dua kilometer dari pusat erupsi, karena itu masyarakat yang bermukim atau yang beraktivitas di luar jarak radius lima kilometer dari pusat kawah relatif aman.
"Potensi bahaya Gunung Anak Krakatau itu menjangkau hingga lima kilometer dari pusat kawah, sehingga masyarakat yang ada di luar lima kilometer itu tetap tenang, termasuk masyarakat yang melakukan mudik menggunakan transportasi kapal laut yang jaraknya puluhan kilometer (dari Gunung Anak Krakatau)," kata Hendra.