Alex Noerdin jadi tahanan Kejari Palembang
Sumatera Selatan (ANTARA) - Alex Noerdin menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, setelah berkas perkaranya terkait tindak pidana dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung RI.
Alex Noerdin yang ditetapkan sebagai tersangka, ditahan bersama tiga orang tersangka lain dalam kasus tersebut, yakni Mudai Maddang, Caca Isa Saleh dan Yaniarsyah Hasan.
"Setelah berkas dari penyidik Kejaksaan Agung dinyatakan lengkap, hari ini, empat tersangka tadi diserahterimakan beserta barang bukti ke Kejari," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Mohd Radyan di Palembang, Rabu.
Menurut Radyan, penyerahterimaan itu dilakukan dalam rangka penyidikan tahap dua, yaitu, penyidik Kejari mempersiapkan surat dakwaan tersangka kemudian dilimpahkan ke pengadilan untuk mengadili tersangka dalam kasus tersebut.
Selama surat dakwaannya dipersiapkan oleh penyidik, tersangka Alex Noerdin beserta tersangka Mudai Maddang, Caca Isa Saleh dan Yaniarsyah Hasan akan menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Kelas 1A Pakjo Palembang.
"Sementara ini mereka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Pakjo Palembang. Kalau dirasa kurang dapat diperpanjang lagi selama 30 hari," ujarnya.
Baca juga: Alex Noerdin segera disidang kasus dugaan korupsi Masjid Raya
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat tersangka tersebut diberangkatkan dari Jakarta menggunakan transportasi udara maskapai penerbangan Lion Air didampingi penyidik Kejaksaan Agung RI. Mereka tiba di Kota Palembang pukul 11.12 WIB.
Kemudian tersangka dibawa menggunakan mobil tahanan mengenakan rompi tahanan dengan tangan terborgol ke Kejaksaan Negeri Palembang Jalan Gub H Bastari, Kecamatan Jakabaring. Mereka tiba di lokasi sekitar pukul 11.44 WIB.
Setibanya di sana, para tersangka dibawa penyidik ke Gedung Pelayanan Terpadu Kejari Palembang untuk dilakukan proses pemenuhan berkas pelimpahan selama lebih kurang tiga jam.
Selama proses itu berlangsung tampak petugas Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Palembang melakukan penjagaan ketat di luar gedung pelayanan terpadu.
Setelah berkas pelimpahan rampung akhirnya pada pukul 14.22 WIB para tersangka dibawa menggunakan mobil tahanan langsung menuju ke Rumah Tahanan Pakjo.
Baca juga: Kejaksaan Agung periksa istri Alex Noerdin terkait kasus korupsi PDPDE Gas
Tersangka Alex Noerdin dan Muddai Madang ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Agung RI pada Kamis (16/9) malam. Setelah sebelumnya Caca Isa Saleh dan Yaniarsyah Hasan ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (8/9).
Alex Noerdin menjadi tersangka dalam kasus ini saat menjabat Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Muddai Madang selaku Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur Utama PDPDE Sumsel.
Kemudian Caca Isa Saleh saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PDPDE Sumsel dan Yaniarsyah yang juga sekaligus menjabat sebagai Direktur DKLN merangkap Direktur PT PDPDE Gas.
Kepala Bagian Penerangan Hukum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan resminya di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (16/9) malam mengatakan, awal duduk perkara bermula saat tahun 2010, Pemerintah Provinsi Sumsel memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian negara dari dari J.O.B PT Pertamina Talisman Ltd, Pasific Oil And Gas Ltd, Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel.
Kemudian berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel (PDPDE Sumsel).
Akan tetapi, dengan dalih tak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN.
Sehingga atas dalih tersebut berakibat merugikan keuangan negara yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai USD 30.194.452,79 yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
Kerugian lainnya ditemukan oleh BPK senilai USD63.750,00 serta Rp2.131.250.000,00 yang merupakan setoran modal. Seharusnya uang tersebut tidak dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.
"Tersangka Alex menyetujui kerja sama antara PDPDE Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE-nya untuk mendapatkan gas alokasi bagian negara," kata dia.
Sedangkan tersangka Muddai Madang ditersangkakan atas perannya menerima pembayaran yang tidak sah berupa "fee" pemasaran dari PT PDPDE Gas.
Selanjutnya mereka ditahan terpisah, Alex Noerdin dilakukan penahanan di Rutan Kelas I Cipinang Cabang Rutan KPK dan tersangka Mudai Maddang dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI.
Tersangka Caca Isa Saleh ditahan di Rumah Tahanan Salemba Kejaksaan Agung, sementara Yaniarsyah Hasan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Akibat perbuatan tersebut mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Udang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 dan Pasal 18 UU PTPK Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Alex Noerdin yang ditetapkan sebagai tersangka, ditahan bersama tiga orang tersangka lain dalam kasus tersebut, yakni Mudai Maddang, Caca Isa Saleh dan Yaniarsyah Hasan.
"Setelah berkas dari penyidik Kejaksaan Agung dinyatakan lengkap, hari ini, empat tersangka tadi diserahterimakan beserta barang bukti ke Kejari," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Mohd Radyan di Palembang, Rabu.
Menurut Radyan, penyerahterimaan itu dilakukan dalam rangka penyidikan tahap dua, yaitu, penyidik Kejari mempersiapkan surat dakwaan tersangka kemudian dilimpahkan ke pengadilan untuk mengadili tersangka dalam kasus tersebut.
Selama surat dakwaannya dipersiapkan oleh penyidik, tersangka Alex Noerdin beserta tersangka Mudai Maddang, Caca Isa Saleh dan Yaniarsyah Hasan akan menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Kelas 1A Pakjo Palembang.
"Sementara ini mereka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Pakjo Palembang. Kalau dirasa kurang dapat diperpanjang lagi selama 30 hari," ujarnya.
Baca juga: Alex Noerdin segera disidang kasus dugaan korupsi Masjid Raya
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat tersangka tersebut diberangkatkan dari Jakarta menggunakan transportasi udara maskapai penerbangan Lion Air didampingi penyidik Kejaksaan Agung RI. Mereka tiba di Kota Palembang pukul 11.12 WIB.
Kemudian tersangka dibawa menggunakan mobil tahanan mengenakan rompi tahanan dengan tangan terborgol ke Kejaksaan Negeri Palembang Jalan Gub H Bastari, Kecamatan Jakabaring. Mereka tiba di lokasi sekitar pukul 11.44 WIB.
Setibanya di sana, para tersangka dibawa penyidik ke Gedung Pelayanan Terpadu Kejari Palembang untuk dilakukan proses pemenuhan berkas pelimpahan selama lebih kurang tiga jam.
Selama proses itu berlangsung tampak petugas Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Palembang melakukan penjagaan ketat di luar gedung pelayanan terpadu.
Setelah berkas pelimpahan rampung akhirnya pada pukul 14.22 WIB para tersangka dibawa menggunakan mobil tahanan langsung menuju ke Rumah Tahanan Pakjo.
Baca juga: Kejaksaan Agung periksa istri Alex Noerdin terkait kasus korupsi PDPDE Gas
Tersangka Alex Noerdin dan Muddai Madang ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Agung RI pada Kamis (16/9) malam. Setelah sebelumnya Caca Isa Saleh dan Yaniarsyah Hasan ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (8/9).
Alex Noerdin menjadi tersangka dalam kasus ini saat menjabat Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Muddai Madang selaku Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur Utama PDPDE Sumsel.
Kemudian Caca Isa Saleh saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PDPDE Sumsel dan Yaniarsyah yang juga sekaligus menjabat sebagai Direktur DKLN merangkap Direktur PT PDPDE Gas.
Kepala Bagian Penerangan Hukum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan resminya di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (16/9) malam mengatakan, awal duduk perkara bermula saat tahun 2010, Pemerintah Provinsi Sumsel memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian negara dari dari J.O.B PT Pertamina Talisman Ltd, Pasific Oil And Gas Ltd, Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel.
Kemudian berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel (PDPDE Sumsel).
Akan tetapi, dengan dalih tak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN.
Sehingga atas dalih tersebut berakibat merugikan keuangan negara yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai USD 30.194.452,79 yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
Kerugian lainnya ditemukan oleh BPK senilai USD63.750,00 serta Rp2.131.250.000,00 yang merupakan setoran modal. Seharusnya uang tersebut tidak dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.
"Tersangka Alex menyetujui kerja sama antara PDPDE Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE-nya untuk mendapatkan gas alokasi bagian negara," kata dia.
Sedangkan tersangka Muddai Madang ditersangkakan atas perannya menerima pembayaran yang tidak sah berupa "fee" pemasaran dari PT PDPDE Gas.
Selanjutnya mereka ditahan terpisah, Alex Noerdin dilakukan penahanan di Rutan Kelas I Cipinang Cabang Rutan KPK dan tersangka Mudai Maddang dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI.
Tersangka Caca Isa Saleh ditahan di Rumah Tahanan Salemba Kejaksaan Agung, sementara Yaniarsyah Hasan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Akibat perbuatan tersebut mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Udang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 dan Pasal 18 UU PTPK Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.