Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan restrukturisasi yang dilakukan oleh perbankan terus melandai di mana pada Oktober 2021 mencapai Rp714,02 triliun dari sebelumnya yang hampir mencapai Rp1.000 triliun akibat pandemi COVID-19.
"Angka restrukturisasi dalam masa covid, angka terakhir per Oktober itu Rp714,02 triliun pada 4,4 juta debitur di mana September lalu Rp738,8 triliun untuk 4,61 juta debitur. Ini menunjukkan sudah makin menurun," ujar Wimboh dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Senin.
Menurut Wimboh, penurunan restrukturisasi kredit tersebut sejalan dengan upaya otoritas agar perbankan tetap konsisten membentuk cadangan sehingga semua debitur-debitur yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi tersebut nanti memiliki penyangga atau buffer yang cukup apabila memang harus dikategorikan masuk menjadi kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).
"Sehingga supaya pada saat nanti dinormalkan, karena kebijakan kita restrukturisasi di masa COVID-19 ini kita perpanjang sampai 2023, sehingga pada saat harus dinormalkan tidak ada masalah dari sisi perbankan karena sudah dibentuk cadangan yang cukup. Toh kalau ada, tidak menimbulkan permasalahan yang berarti karena NPL masih cukup rendah 3,22 persen," kata Wimboh.
Sementara itu, Wimboh menilai ada sejumlah tantangan yang perlu menjadi perhatian pada masa pandemi dan ke depan. Pertama adalah percepatan transformasi digital di tengah pergeseran perilaku konsumen dengan tetap mewaspadai potensi risiko siber dan melindungi kepentingan konsumen.
"Digitalisasi ini satu hal yang tidak bisa kita hindari. Kita harus bisa hidup dengan itu, yang bisa kita lakukan bagaimana memanfaatkan teknologi digital ini dalam bisnis kita, dalam kegiatan kita bukan hanya sektor keuangan tapi juga sektor-sektor lainnya. Untuk itu, kita OJK men-stimulate bagaimana percepatan transformasi digital itu di sektor keuangan dan tentunya tidak lain nanti juga merambah ke para pengguna customer yang digital minded," ujar Wimboh.
Tantangan berikutnya yaitu risiko finansial terkait iklim yang menjadi agenda global terkait pengurangan emisi. OJK pun tidak ketinggalan dan secara detail telah menuangkan hal tersebut dalam peta jalan keuangan berkelanjutan.
"Bahkan akan kita bentuk carbon trading sehingga nanti carbon credit bisa menjadi suatu sertifikat yang bisa kita dagangkan di carbon trading. Banyak hal baru yang kita harus manage dengan baik dan tentunya harus ada opportunity untuk kebaikan kita semua," kata Wimboh.
Terakhir, Wimboh juga berharap pemerintah dan juga masyarakat tidak lengah dengan pandemi COVID-19 di tanah air yang saat ini relatif terkendali dengan baik.
"Vaksinasi harus terus dilakukan dan bagaimana kita mempersiapkan potensi kalau ada outbreak berikutnya sehingga masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang lengkap, termasuk bagaimana pelayanan rumah sakit, percepatan transformasi fasilitas menjadi rumah sakit darurat. Ini menjadi sangat penting sehingga bisa accept apabila ada outbreak," ujar Wimboh.
Berita Terkait
BRI nilai restrukturisasi kredit dampak COVID-19 telah selamatkan UMKM
Senin, 1 April 2024 15:15 Wib
BRI siapkan strategi jelang berakhirnya restrukturisasi COVID-19
Selasa, 20 Februari 2024 11:07 Wib
Presiden perintahkan restrukturisasi Satgas Pemberantasan TPPO
Selasa, 30 Mei 2023 14:07 Wib
Bank Sumsel Babel usulkan program restrukturisasi kredit diperpanjang
Rabu, 23 November 2022 19:49 Wib
Program restrukturisasi kredit Bank BSB terus berlanjut
Sabtu, 30 April 2022 22:10 Wib
Reformasi internal Polri kabar baik bagi penegakan hukum Indonesia
Jumat, 7 Januari 2022 13:31 Wib
Restrukturisasi asuransi kredit untuk antisipasi membengkaknya klaim
Senin, 13 Desember 2021 13:03 Wib
Utang negara-negara miskin naik 12 persen jadi 860 miliar dolar AS
Selasa, 12 Oktober 2021 7:26 Wib