KLHK: Indonesia kurangi timbunan sampah ke laut 15,30 persen
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan Indonesia berhasil mengurangi timbunan sampah ke laut sebesar 15,30 persen pada 2020.
"Sampai saat ini kita sudah berhasil mengurangi 15,30 persen dan tentunya kita masih perlu upaya yang sangat besar lagi supaya kita bisa mewujudkan pengurangan sampah plastik 70 persen pada tahun 2025," kata Novrizal dalam webinar Taruna Merah Putih "Gerakan bersama Mengatasi Persoalan Sampah", Jakarta, Senin malam.
Sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018, Indonesia harus mengurangi 70 persen sampah ke laut pada tahun 2025.
Pada 2019, Indonesia berhasil mengurangi timbunan sampah plastik ke laut sebesar 8,10 persen, kemudian trennya naik menjadi 15,30 persen pada 2020. Selanjutnya pada 2021, ditargetkan pengurangan sampah plastik ke laut sebesar 25,90 persen hingga akhirnya mencapai 70 persen pada 2025.
Dengan capaian yang sudah ada, maka target pengurangan sampah plastik ke laut yang harus dilakukan hingga tahun 2025 adalah 54,7 persen.
Dalam mengatasi masalah sampah itu, maka harus ada upaya dan kesadaran bersama termasuk masyarakat dan produsen dalam menyukseskan berbagai upaya termasuk untuk minim sampah, mengolah, mendaur ulang dan memanfaatkan sampah.
Novrizal menuturkan persoalan sampah yang begitu besar tersebut merupakan persoalan multidimensi, termasuk di dalamnya ada persoalan sosial-kultural yang sangat serius. Berdasarkan hasil survei dari Badan Pusat Statistik, 72 persen pada tahun 2018 masyarakat Indonesia masih belum peduli terhadap persoalan sampah.
Oleh sebab itu, pemerintah melakukan tiga pendekatan secara simultan dan bersama-sama, yakni pendekatan minim sampah, ekonomi sirkular, serta pendekatan pelayanan dan teknologi dalam menangani persoalan persampahan.
Minim sampah diwujudkan dengan memaksimalkan upaya-upaya pencegahan, pengurangan dan pembatasan sampah. Persoalan sampah juga membutuhkan perubahan perilaku.
Pembatasan sampah didorong pada penggunaan tiga barang utama yakni kantong plastik sekali pakai, alat-alat makanan dan sedotan plastik (cutlery and plastic straw), dan styrofoam.
Selain dari masyarakat, pembatasan sampah juga dilakukan dari produsen termasuk retail makanan dan minuman.
Pada pendekatan ekonomi sirkular, yang menjadi poin utama adalah menjadikan sampah sebagai sumber daya dan bahan baku.
Untuk mendukung terwujudnya ekonomi sirkular, perlu perilaku memilah sampah yang baik sejak dari rumah atau sumbernya sehingga sampah-sampah itu bisa dipergunakan kembali misalnya untuk industri daur ulang dan untuk menghasilkan energi.
Di samping itu, peranan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk pemrosesan dan pengolahan sampah yang lebih baik.
***3***
"Sampai saat ini kita sudah berhasil mengurangi 15,30 persen dan tentunya kita masih perlu upaya yang sangat besar lagi supaya kita bisa mewujudkan pengurangan sampah plastik 70 persen pada tahun 2025," kata Novrizal dalam webinar Taruna Merah Putih "Gerakan bersama Mengatasi Persoalan Sampah", Jakarta, Senin malam.
Sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018, Indonesia harus mengurangi 70 persen sampah ke laut pada tahun 2025.
Pada 2019, Indonesia berhasil mengurangi timbunan sampah plastik ke laut sebesar 8,10 persen, kemudian trennya naik menjadi 15,30 persen pada 2020. Selanjutnya pada 2021, ditargetkan pengurangan sampah plastik ke laut sebesar 25,90 persen hingga akhirnya mencapai 70 persen pada 2025.
Dengan capaian yang sudah ada, maka target pengurangan sampah plastik ke laut yang harus dilakukan hingga tahun 2025 adalah 54,7 persen.
Dalam mengatasi masalah sampah itu, maka harus ada upaya dan kesadaran bersama termasuk masyarakat dan produsen dalam menyukseskan berbagai upaya termasuk untuk minim sampah, mengolah, mendaur ulang dan memanfaatkan sampah.
Novrizal menuturkan persoalan sampah yang begitu besar tersebut merupakan persoalan multidimensi, termasuk di dalamnya ada persoalan sosial-kultural yang sangat serius. Berdasarkan hasil survei dari Badan Pusat Statistik, 72 persen pada tahun 2018 masyarakat Indonesia masih belum peduli terhadap persoalan sampah.
Oleh sebab itu, pemerintah melakukan tiga pendekatan secara simultan dan bersama-sama, yakni pendekatan minim sampah, ekonomi sirkular, serta pendekatan pelayanan dan teknologi dalam menangani persoalan persampahan.
Minim sampah diwujudkan dengan memaksimalkan upaya-upaya pencegahan, pengurangan dan pembatasan sampah. Persoalan sampah juga membutuhkan perubahan perilaku.
Pembatasan sampah didorong pada penggunaan tiga barang utama yakni kantong plastik sekali pakai, alat-alat makanan dan sedotan plastik (cutlery and plastic straw), dan styrofoam.
Selain dari masyarakat, pembatasan sampah juga dilakukan dari produsen termasuk retail makanan dan minuman.
Pada pendekatan ekonomi sirkular, yang menjadi poin utama adalah menjadikan sampah sebagai sumber daya dan bahan baku.
Untuk mendukung terwujudnya ekonomi sirkular, perlu perilaku memilah sampah yang baik sejak dari rumah atau sumbernya sehingga sampah-sampah itu bisa dipergunakan kembali misalnya untuk industri daur ulang dan untuk menghasilkan energi.
Di samping itu, peranan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk pemrosesan dan pengolahan sampah yang lebih baik.
***3***