Nawawi Pomolango: MA mestinya beri argumen koruptor terima pengurangan hukuman
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan seharusnya Mahkamah Agung (MA) dapat memberikan argumen mengenai terpidana perkara korupsi yang dikurangi hukumannya.
Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan dengan tetap menghargai independensi kekuasaan kehakiman, seharusnya MA dapat memberi argumen sekaligus jawaban di dalam putusan-putusannya, khususnya putusan Peninjauan Kembali (PK).
"Yaitu, 'legal reasoning' pengurangan hukuman-hukuman dalam perkara-perkara a quo agar tidak menimbulkan kecurigaan publik tergerusnya rasa keadilan dalam pemberantasan korupsi," kata Nawawi.
Ia mengatakan para koruptor yang dikurangi hukumannya itu marak terjadi setelah MA ditinggal sosok Artidjo Alkostar yang telah purnatugas sebagai hakim agung pada 2018 lalu.
"Terlebih putusan-putusan PK yg mengurangi hukuman ini marak setelah Gedung MA ditinggal sosok Artijo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum bukan soal hukumnya tetapi siapa hakimnya," ucap Nawawi.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan ketiadaan sosok Artidjo Alkostar di MA sebagai salah satu peluang besar para koruptor menerima berbagai pengurangan hukuman.
"Saat ini, tak dapat dipungkiri sosok seperti Artidjo Alkostar tidak lagi tampak di MA. Maka dari itu, para koruptor memanfaatkan ketiadaan Artidjo itu sebagai salah satu peluang besar untuk dapat menerima berbagai pengurangan hukuman di MA," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/8).
Diketahui, KPK telah membeberkan daftar 20 koruptor yang menerima pengurangan hukuman dari MA melalui putusan PK sepanjang 2019-2020.
KPK pun menyatakan pengurangan masa hukuman para terpidana korupsi berdasarkan putusan PK yang diputuskan oleh MA dapat memperparah korupsi di Indonesia.
Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan dengan tetap menghargai independensi kekuasaan kehakiman, seharusnya MA dapat memberi argumen sekaligus jawaban di dalam putusan-putusannya, khususnya putusan Peninjauan Kembali (PK).
"Yaitu, 'legal reasoning' pengurangan hukuman-hukuman dalam perkara-perkara a quo agar tidak menimbulkan kecurigaan publik tergerusnya rasa keadilan dalam pemberantasan korupsi," kata Nawawi.
Ia mengatakan para koruptor yang dikurangi hukumannya itu marak terjadi setelah MA ditinggal sosok Artidjo Alkostar yang telah purnatugas sebagai hakim agung pada 2018 lalu.
"Terlebih putusan-putusan PK yg mengurangi hukuman ini marak setelah Gedung MA ditinggal sosok Artijo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum bukan soal hukumnya tetapi siapa hakimnya," ucap Nawawi.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan ketiadaan sosok Artidjo Alkostar di MA sebagai salah satu peluang besar para koruptor menerima berbagai pengurangan hukuman.
"Saat ini, tak dapat dipungkiri sosok seperti Artidjo Alkostar tidak lagi tampak di MA. Maka dari itu, para koruptor memanfaatkan ketiadaan Artidjo itu sebagai salah satu peluang besar untuk dapat menerima berbagai pengurangan hukuman di MA," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/8).
Diketahui, KPK telah membeberkan daftar 20 koruptor yang menerima pengurangan hukuman dari MA melalui putusan PK sepanjang 2019-2020.
KPK pun menyatakan pengurangan masa hukuman para terpidana korupsi berdasarkan putusan PK yang diputuskan oleh MA dapat memperparah korupsi di Indonesia.