Revisi UU KPK bentuk pembohongan publik
Jakarta (ANTARA) - Guru besar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang menjadi inisiatif DPR RI merupakan sebuah pembohongan terhadap publik.
Syamsuddin, kepada wartawan di Jakarta, Selasa, menegaskan, apa yang tengah dilakukan DPR RI saat ini terhadap UU KPK bukan untuk merevisi melainkan merombak atau membongkar UU terkait KPK.
"Saya sudah baca naskah usulan revisinya. Ini bukan revisi tapi perubahan, karena hampir semua pasal diubah, dibongkar habis-habisan, sehingga sudah kehilangan marwahnya sebagai undang-undang yang lama," kata Syamsuddin.
Baca juga: Wapres: Revisi UU untuk mendorong KPK bekerja sesuai aturan
Dia menyontohkan dalam Pasal 3 naskah revisi UU KPK disebutkan bahwa KPK adalah lembaga pemerintah pusat. Menurut Syamsuddin Haris, hal itu merupakan degradasi luar biasa, sebab dalam UU lama, KPK adalah lembaga negara bukan lembaga pemerintah pusat.
Selain itu, dia mencermati penekanan revisi UU KPK ditujukan untuk menjadikan KPK sebagai lembaga pencegahan korupsi.
"Padahal pencegahan itu bukan semata tugas KPK, tapi tugas kita semua, dai, ulama, dosen-dosen, semua punya tugas mencegah korupsi," tegas dia.
Baca juga: Presiden Jokowi pertaruhkan reputasi dalam revisi UU KPK
Dia mengatakan, revisi tersebut sebuah intervensi yang bertujuan tidak lain untuk melemahkan KPK. Jika revisi dilakukan dengan poin-poin itu, maka KPK akan menjadi lembaga yang tidak bisa melakukan apapun seperti "macan ompong".
"Kita menyayangkan semua parpol mendukung usul revisi. Saya khawatir ini ada hubungannya dengan makin banyaknya politisi yang ditangkap dan menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) KPK, ini sesuatu yang mengecewakan publik," ujar Syamsuddin Haris.
Baca juga: Penolakan revisi UU KPK bertentangan dengan konstitusi
Civitas LIPI pada hari ini (10/9) menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap revisi UU KPK yang dinilai hanya bertujuan melemahkan lembaga antirasuah. Penolakan itu ditandatangani oleh 146 anggota Civitas LIPI, 25 orang di antaranya profesor LIPI.
Baca juga: Dewas dan Penasihat KPK, kenapa tak disatukan saja ?
Baca juga: Pegawai KPK lakukan aksi simbolik menutup logo KPK
Syamsuddin, kepada wartawan di Jakarta, Selasa, menegaskan, apa yang tengah dilakukan DPR RI saat ini terhadap UU KPK bukan untuk merevisi melainkan merombak atau membongkar UU terkait KPK.
"Saya sudah baca naskah usulan revisinya. Ini bukan revisi tapi perubahan, karena hampir semua pasal diubah, dibongkar habis-habisan, sehingga sudah kehilangan marwahnya sebagai undang-undang yang lama," kata Syamsuddin.
Baca juga: Wapres: Revisi UU untuk mendorong KPK bekerja sesuai aturan
Dia menyontohkan dalam Pasal 3 naskah revisi UU KPK disebutkan bahwa KPK adalah lembaga pemerintah pusat. Menurut Syamsuddin Haris, hal itu merupakan degradasi luar biasa, sebab dalam UU lama, KPK adalah lembaga negara bukan lembaga pemerintah pusat.
Selain itu, dia mencermati penekanan revisi UU KPK ditujukan untuk menjadikan KPK sebagai lembaga pencegahan korupsi.
"Padahal pencegahan itu bukan semata tugas KPK, tapi tugas kita semua, dai, ulama, dosen-dosen, semua punya tugas mencegah korupsi," tegas dia.
Baca juga: Presiden Jokowi pertaruhkan reputasi dalam revisi UU KPK
Dia mengatakan, revisi tersebut sebuah intervensi yang bertujuan tidak lain untuk melemahkan KPK. Jika revisi dilakukan dengan poin-poin itu, maka KPK akan menjadi lembaga yang tidak bisa melakukan apapun seperti "macan ompong".
"Kita menyayangkan semua parpol mendukung usul revisi. Saya khawatir ini ada hubungannya dengan makin banyaknya politisi yang ditangkap dan menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) KPK, ini sesuatu yang mengecewakan publik," ujar Syamsuddin Haris.
Baca juga: Penolakan revisi UU KPK bertentangan dengan konstitusi
Civitas LIPI pada hari ini (10/9) menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap revisi UU KPK yang dinilai hanya bertujuan melemahkan lembaga antirasuah. Penolakan itu ditandatangani oleh 146 anggota Civitas LIPI, 25 orang di antaranya profesor LIPI.
Baca juga: Dewas dan Penasihat KPK, kenapa tak disatukan saja ?
Baca juga: Pegawai KPK lakukan aksi simbolik menutup logo KPK