Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyarankan Pertamina untuk memperbaiki sistem pengambilan keputusan terkait lifting atau proses produksi siap jual minyak dan gas bumi (migas), agar dapat lebih kompetitif.
"Terutama dibikin mekanisme yang lebih kompetitif lah lawan produsen-produsen asing," kata Jonan saat ditemui setelah membuka acara Gas Summit Exhibition 2019 di Jakarta, Rabu.
Jonan mengakui bahwa rata-rata operator lain juga mengalami penurunan untuk lifting migas, seperti yang dialami Pertamina. Namun di sisi lain ia mengingatkan bahwa operator-operator papan atas seperti Exxon masih mampu melakukan lifting sesuai rencana awal.
"Prosesnya menurut saya harus lebih cepat. Kalau tidak nanti makin lama produksinya bisa tidak memenuhi target," tambahnya.
Baca juga: Pekerja Pertamina tuntut pengelolaan LNG tidak diserahkan kepada asing
Pada pekan lalu, SKK Migas menuturkan bahwa realisasi lifting pada semester I-2019 tidak mencapai target dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam APBN, target lifting migas sebesar dua juta barel per hari, sedangkan yang terealisasi hanya 1,8 juta barel per hari.
Dalam kesempatan itu, Jonan juga menepis anggapan bahwa hal itu menjadi penyebab pengelolaan Blok Corridor menggunakan sistem transisi.
Baca juga: Pertamina - Abu Dhabi jajaki bisnis migas terintegrasi
"Concern kami adalah produksinya bisa sesuai dengan yang direncanakan. Ini kan bukan keputusan politik. Kalau mau bikin plan semua tanda tangan kok," kata Jonan.
PT Pertamina kini memiliki hak partisipasi (participation interest) sebesar 30 persen untuk mengelola Blok Corridor, yang akan dimulai setelah 2023. Naik dari sebelumnya hanya sepuluh persen.
Ini merupakan langkah awal dari masa transisi pengelolaan blok migas tersebut yang akan jatuh ke Pertamina pada 2026 mendatang.
Baca juga: Pertamina gandeng tim ahli AS tangani kebocoran sumur migas di Laut jawa
Baca juga: Pertamina sigap tangani dampak peristiwa di sumur migas Laut Jawa