Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin melakukan "groundbreaking" fasilitas pemurnian (smelter) feronikel PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, berkapasitas 230.000 ton.
Smelter PT CNI ini dapat mengolah nikel dengan kapasitas input bijih (ore) 5 juta ton dan output dalam bentuk feronikel sebanyak 230.000 ton dengan kadar nikel 22 persen -- 24 persen per tahun, demikian data dari Kementerian ESDM yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Smelter yang dibangun mengadopsi teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF). Kebutuhan listrik untuk operasional smelter diperkirakan mencapai 350 MW.
Dalam sambutannya Arcandra menyebutkan bahwa sumber daya alam memegang peran penting dalam mendorong pembangunan nasional. Meski begitu, prinsip pemanfaatannya tetap berpedoman pada Pasal 33 UUD 1945, yakni dikuasai oleh negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Interpretasi dari dikuasai oleh negara, lanjut Arcandra ialah bahwa kekayaan alam dikelola oleh putra-puteri terbaik Indonesia, menggunakan teknologi yang dikembangkan bangsa Indonesia, pendanaan bersumber dari kemampuan dalam negeri, dan hasil pengelolaan dioptimalkan untuk kebutuhan di dalam negeri.
"Sesuai dengan amanat undang-undang, kita ingin agar nikel ini dapat kita olah (di dalam negeri) dan memperpanjang rantai pengolahannya sehingga bisa menghasilkan nilai tambah," kata Arcandra.
Pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter ini merupakan implementasi kebijakan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Groundbreaking smelter ini juga menjadi komitmen pemerintah untuk terus mendorong pelaku usaha pertambangan dalam mendukung upaya percepatan hilirisasi di sektor pertambangan.
"Inilah yang kita inginkan (pembangunan smelter) agar bisa menghasilkan efek nilai tambah yang lebih besar dari sekedar menjual raw material," tutur Arcandra.
Smelter ini ditargetkan akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2021. "Pembangunan infrastruktur utama dan pendukung smelter ferronikel ini ditargetkan selesai pada Desember tahun 2021 dengan total nilai investasi sebesar Rp14,4 triliun," ujar Direktur Utama PT CNI Derian Sakmiwata pada kesempatan yang sama.
Pembangunan smelter ini akan terus diawasi oleh Kementerian ESDM dengan melakukan pengawasan kemajuan pembangunan secara berkala setiap 6 bulan dan juga ketersediaan cadangan bijih nikel untuk operasional fasilitas pemurnian.
Dengan dibangunnya fasilitas pemurnian di provinsi Sulawesi Tenggara ini diharapkan dapat menjadi roda penggerak ekonomi daerah khususnya di Kabupaten Kolaka dan sekitarnya.