Merawat tradisi sedekah serabi Empat Lawang

id Sedekah serabi,Sedekah serabi empat lawang,Merawat sedekah serabi empat lawang,Empat lawang,Suku lintang,Sedekah yang ny

Merawat tradisi sedekah serabi Empat Lawang

Tradisi Sedekah Serabi di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. (ANTARA/Aziz Munajar/19)

....Sejak tahun 1980-an tradisi ini mulai jarang dilakukan masyarakat, jika pun ada paling hanya beberapa desa saja yang masih mengadakannya....

Palembang (ANTARA) - Suku Lintang di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan memiliki tradisi unik dalam memenuhi nazar, yakni dengan mengadakan Sedekah Serabi.

Dalam pelaksanaan tradisi itu, prosesnya sama seperti kenduri yang berisi doa-doa.

Masyarakat menyebutnya Sedekah Serabi karena pelaksanaan kenduri atau sedekahan tersebut mengutamakan serabi sebagai makanan utamanya, dengan makanan pendamping berupa pisang goreng, kerupuk ubi merah, bolu, agar-agar, dan kecepol (sejenis roti goreng).

Sedekah Serabi diyakini sudah ada sejak zaman nenek moyang Suku Lintang, jauh sebelum agama Islam berkembang dan menjadi mayoritas pemeluk di Kabupaten Empat Lawang.

"Sejak tahun 1980-an tradisi ini mulai jarang dilakukan masyarakat, jika pun ada paling hanya beberapa desa saja yang masih mengadakannya," kata salah seorang mantan Kepala Desa Simpang Perigi, Kabupaten Empat Lawang, Rozali.

Suku Lintang merupakan bagian dari jalinan Batang Hari Sembilan Sumatera bagian selatan. Pada masa lampau masyarakat Empat Lawang juga menganut kepercayaan animisme yang percaya kepada kekuatan roh puyang (leluhur) serta dianggap masih dapat melindungi anak cucunya walau sudah meninggal dunia.

Ketika ada Sedekah Serabi, tuan rumah atau pemilik hajat akan menyilap (membakar) kemenyan sebagai media berkomunikasi dengan puyang.

"Sembari mengepulkan asap kemenyan, si punya hajatan menyampaikan nazarnya kepada puyang, jika nazarnya terkabul maka Sedekah Serabi lagi," ujar budayawan Sumsel sekaligus Direktur Lembaga Budaya Komunitas Batangari Sembilan, Vebri Al-lintani.

Masyarakat percaya membayar nazar adalah kewajiban. Jika tidak dilaksanakan, hal itu khawatir akan terkena keparat atau kualat.

Masih Dilaksanakan
Setelah masyarakat Empat Lawang secara penuh menjalankan atau menganut agama Islam, Sedekah Serabi masih dilaksanakan. Namun, permohonan kepada puyang digantikan dengan doa-doa kepada Allah SWT.

Lazimnya, Sedekah Serabi dilaksanakan pada malam Jumat sehabis shalat maghrib. Malam Jumat dipercaya sebagai waktu kembalinya roh puyang ke rumah untuk menjenguk anak cucunya.

Sementara itu, menurut keyakinan Islam, malam Jumat merupakan waktu yang baik untuk berdoa dan bersyukur. Oleh karena itu, Sedekah Serabi saat sebelum maupun setelah masa Islam, tetap dilaksanakan pada malam Jumat.

"Intinya tujuan Sedekah Serabi adalah bermohon (membuat nazar) dan bersyukur atau membayar nazar dengan bersedekah atau mengajak sanak kerabat makan bersama, kebanyakan nazar warga karena kesembuhan anak atau lulusnya anak jadi ASN (Aparatur Sipil Negara)," kata Vebri Al-lintani.

Serabi di Kabupaten Empat Lawang umumnya terdiri atas beberapa jenis, seperti serabi 44, serabi baghi, serabi baru, atau kidak, dan serabi biasa.

Ada dua jenis serabi yang kerap dihadirkan saat sedekah, yakni serabi belangan atau serabi 44 dan serabi biasa.

Serabi 44 berbentuk bulat lempeng, berwarna putih dengan ukuran sekitar diameter 10 cm dan lebih besar dari ukuran serabi biasa, disebut serabi 44 karena jumlahnya 44 saat dihidangkan, sedangkan serabi lain yang sudah dicampur dengan kuah santan bentuknya juga bulat lempeng dengan ukuran sekitar lima centimeter.

Serabi 44 tidak langsung dicampur dalam kuah, tetapi ditaruh di tengah piring, serabi biasa disusun mengelilingi serabi 44, serabi 44 khusus dibagikan sedikit-sedikit kepada para sesepuh atau para tetua masyarakat, sedangkan serabi biasa untuk konsumsi umum.

Serabi terbuat dari bahan tepung beras dengan sedikit kapur makan. Bahan-bahan dicampur air panas dan dingin, diaduk serta dibentuk sesuai selera, misalnya bentuk lupis atau lempeng.

Untuk kuah serabi berbahan santan ditambahkan gula merah dan gula putih sebagai pemanis. Berbeda dengan membuat kuah santan umumnya, kuah santan kelapa untuk serabi dimasukkan ke dalam adonan kuah ketika air sudah mendidih. Akan lebih sedap jika kuahnya dicampurkan durian.

"Budaya Melayu erat kaitannya dengan pantun, angka empat tersebut memiliki kesamaan bunyi (rima) tepat, empat-empat artinya tepat-tepat, tepat bernazar dan tepat juga dalam membayar nazar, sedangkan warna putih pada serabi melambangkan kesucian dan rasa manis melambangkan keindahan," kata Vebri.

Warisan Budaya
Sedekah Serabi merupakan warisan budaya yang mengandung nilai luhur berupa ketakwaan kepada Allah dan bersyukur apabila sudah dikabulkan permintaannya, berbagi rezeki pada sesama, bersilaturahim dengan kerabat, dan menanamkan sikap kegotongroyongan.

"Saat ini Sedekah Serabi terancam punah karena kian jarang ditemui, sehingga Pemkab Empat Lawang perlu memikirkan cara bagaimana pelestarian Sedekah Serabi," ujar Vebri.

Pemkab Empat Lawang perlu mengangkat tradisi Sedekah Serabi sebagai kegiatan resmi di pemerintahan daerah itu, seperti saat ulang tahun atau peringatan hari-hari besar pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun tingkat kelurahan.

Jika hal tersebut terealisasi, pelestarian nilai tradisi akan tetap bertahan dan peristiwa Sedekah Serabi menjadi aset bagi pengembangan sektor kepariwisataan.

Hal yang perlu diperhatikan juga, terkait dengan rasa, bentuk, dan cara menyajikan serabi, sehingga Sedekah Serabi akan diminati banyak orang serta membantu promosi serabi sebagai makanan khas Empat Lawang.

Agar lebih meriah, tradisi Sedekah Serabi dapat dikolaborasikan dengan pergelaran kesenian tradisional, seperti jidur, rejung, tari tarian, atraksi kuntau (pencak silat yang berkembang di Empat Lawang), dan kesenian tradisional lainnya.