Situbondo (ANTARA Sumsel) - Pemutasian pejabat di lingkungan pemerintahan kabupaten selama ini kerap menuai kritik dari legislatif maupun lembaga lainnya. Pergeseran pejabat disebut-sebut ada unsur "balas dendam" atau dilatarbelakangi persoalan suka dan tidak suka.
Tidak hanya itu, di berbagai kabupaten juga sering kali diberitakan bahwa mutasi dan rotasi pejabat dilakukan setelah 6 bulan kemudian bupati dan wakil bupati terpilih dan dilantik.
Pascapemilihan kepala daerah (pilkada) kerap kali pemutasian dinilai tidak suka terhadap pejabat yang tidak mendukung bupati terpilih sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan internal birokrasi.
Di Pemerintah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Bupati Dadang Wigiarto yang sudah 7 bulan dilantik bersama dengan wakilnya, Yoyok Mulyadi, 17 Februari lalu, melakukan pemutasian terhadap pejabat eselon II dan III sebanyak 84 orang pada tanggal 21 September 2016.
Bupati Dadang Wigiarto melakukan pemutasian terhadap puluhan pejabat seusai apel pagi di halaman belakang pemkab setempat. Secara simbolis, bupati mengambil sumpah pejabat tersebut.
Dadang Wigiarto yang sudah kedua kalinya terpilih menjadi orang nomor satu di Kota Santri itu mengaku mutasi pejabat itu penting untuk penyegaran terhadap pejabat.
Selain itu, kata dia, yang menjadi latar belakang pemutasian tersebut karena banyaknya problem dan program-program yang terlambat dilakukan oleh pejabat yang diberikan amanahnya. Oleh karena itu, penyegaran dengan memutasi untuk memacu dan mengejar ketertinggalan program pemerintah kabupaten di masing-masing organisasi pemerintah daerah.
"Mutasi pejabat ini sudah sesuai dengan prosedur. Sebelumnya, kami juga sudah melakukan "assessment" atau tes uji kompetensi kepada seluruh pejabat eselon II dan III guna mengetahui kemampuan masing-masing agar pemerintah daerah setempat dapat memetakan sesuai dengan bidangnya," katanya.
"Assesment" terhadap pejabat struktural, lanjut dia, untuk mengetahui kemampuan masing-masing karena pejabat memiliki peran penting dalam kemajuan Kabupaten Situbondo. Pejabat tersebut diuji kompetensinya oleh tim independen dari Universitas Jember (Unej).
"Setelah mengetahui hasilnya, saya dan Pak Wabup sempat terkejut begitu jeleknnya hasil 'assesment' pejabat struktural kita. Oleh karena itu, kami mengambil langkah untuk penyegaran," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Situbondo Yoyok Mulyadi mengatakan bahwa mutasi puluhan pejabat eselon II dan III tersebut murni untuk penyegaran dan tidak ada unsur "balas dendam" atau buntut dari pemilihan kepala daerah sebelumnya.
Menyinggung ada pejabat struktural yang sebelumnya pada pilkada beberapa waktu lalu tidak mendukungnya dan dimutasi saat ini, menurut dia, hal itu hanya kebetulan saja.
"Yang jelas mutasi ini tidak ada unsur suka dan tidak suka maupun mendukung dan tidak mendukung pada pilkada kemarin," katanya.
Dinilai Tidak Efektif
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Situbondo Hadi Prayitno menilai mutasi itu tidak efektif, bahkan akan menggangu kinerja di masing-masing organisasi pemerintah daerah pada 3 bulan ke depan.
Menurut dia, seharusnya Bupati mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan strategis dengan memutasi puluhan pejabat eselon II dan III. Pasalnya, ada beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang masih kosong. Bukanlah melakukan pemutasian yang dapat menggangu pada organisasi pemerintah daerah (OPD).
Ia berpendapat bahwa pemutasian oleh bupati seharusnya mengisi dua SKPD yang kosong, seperti Dinas PU Binamarga dan Pengairan serta Dinas Pertanian Situbondo.
"Kami sangat menyayangkan jika pemutasian ini dilakukan, ada SKPD yang kosong, dan tentunya akan menggangu utamanya dalam kemitraan dengan DPRD. Dan hal tersebut nantinya tidak akan pernah nyambung dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Situbondo," ujarnya.
Ia meminta bupati mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum melakukan pemutasian pejabat. Hal ini harus dilakukan secara profesional dengan melihat kinerja pejabat yang akan dimutasi.
Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Situbondo itu mencontohkan Zainul Arifin selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Situbondo yang juga dimutasi. Hal ini menjadi pertanyaan besar sebab selama ini kinerjanya relatif bagus.
Selain itu, Bupati juga harus mempertimbangkan penggantian Kepala Pelaksana BPBD apakah penggantinya adalah orang yang paham dan mengerti untuk pengendalian bencana di Kabupaten Situbondo.
"Hasil 'assesment' seharusnya menjadi dasar untuk merekrut, mengangkat, dan memberikan jabatan kepada seseorang sesuai dengan bidangnya. Sampai saat ini, kami di DPRD belum mengetahui dan menerima salinan hasil tes uji kompetensi tersebut," katanya.
Bupati dalam pengambilan keputusan strategis pemutasian itu diharapkan secara profesional dan tidak berpegang pada prinsip suka dan tidak suka maupun mendukung atau tidak mendukung pada pilkada lalu.
Pihaknya hanya mengingatkan kepada kepala daerah harus profesional mengambil keputusan supaya tidak ada penilaian aparatur sipil negara (ASN) tergusur karena kepentingan politik.
"Yang jelas mutasi yang dilakukan oleh Bupati tidak efektif dan terlalu dini karena kami masih akan menyelesaikan pembahasan dan menyelesaikan kinerja organisasi pemerintah daerah dalam 3 bulan ke depan," ucapnya.
Pemutasian pejabat di berbagai daerah seakan menjadi tradisi setelah pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Entah kepala daerah melakukan pemutasian benar untuk penyegaran bagi pejabat ataukah masih berpegang pada prinsip suka dan tidak suka.