Palembang (ANTARA Sumsel) - Tidak ada lagi antrean panjang, suasana riuh penuh hiruk pikuk dan calo yang menawari tiket seperti yang terjadi pada satu dekade silam di Stasiun Kertapati, Palembang.
Para pemudik pengguna jasa kereta api kini dijamu bak penumpang pesawat terbang.
Setelah mencetak tiket sendiri menggunakan fasilitas di stasiun, mereka dapat duduk santai di ruang tunggu yang bersih dan nyaman, steril dari keluarga pengantar, serta dijaga ketat seregu polisi.
Beberapa pemudik terlihat menggunakan troli untuk membawa barang bawaannya yang cukup banyak atau ada juga yang menggunakan tas beroda seperti lazimnya penumpang pesawat terbang.
Mudik dengan menggunakan kereta api tampaknya telah menjadi primadona bagi masyarakat Sumatera Selatan yang ingin berpergian ke Lampung dan kabupaten/kota sekitarnya.
Johan, warga Tanjung Barangan Palembang, mengatakan bahwa dirinya sudah 2 tahun ini menggunakan kereta api untuk mudik ke kampung halamannya di Lampung.
Ia beserta istri dan tiga anaknya sengaja memilih keberangkatan pada pagi hari agar dapat menikmati keindahan alam Sumatera Selatan karena jalur kereta api melewati sawah, ladang, dan pengunungan.
"Sebenarnya bisa saja berangkatnya malam karena kursinya lebih nyaman (tiket eksekutif). Akan tetapi, anak-anak minta pagi hari supaya bisa sekalian represhing," kata Johan.
Pada keberangkatan mudik kali ini, Johan hanya merogoh kocek Rp32 ribu per orang untuk tiket kelas ekonomi dengan waktu keberangkatan pukul 08.30 WIB dan tiba di Tanjung Karang, Lampung, pada pukul 18.00 WIB.
Menurut dia, mudik dengan kereta api ke Lampung ini tergolong hemat jika dibandingkan naik bus atau membawa kendaraan pribadi.
"Jika naik bus, pasti akan berhenti makan di restoran dan bisa-bisa setiap orang kena Rp40 ribu, sedangkan jika naik kereta, bisa membawa makanan sendiri dari rumah karena di dalam sudah tidak ada yang jualan lagi seperti dahulu," katanya.
Sebelumnya, kata Nurlaili, warga Jalan Banten V, Plaju, Palembang, dirinya selalu membawa kendaraan pribadi jika ingin mudik ke Kota Lubuklinggau. Namun, sejak PT Kereta Api Indonesia merevitalisasi layanan dan fasilitas, Nurlaili tertarik untuk mencoba mudik dengan kereta api.
"Saya dulu malas naik kereta karena pernah ada pengalaman buruk. Saat tertidur, tas saya ada yang mencuri. Belum lagi, banyak yang jualan, panas (tidak ada AC), banyak yang berdiri, sampah, dan toilet yang kotor," katanya.
Sementara itu, saat ini sudah berubah total karena setiap gerbong kereta dilengkapi pendingin ruangan dan ada petugas kebersihan dan keamanan yang siaga 24 jam.
"Waktu keberangkatan juga tidak molor seperti dahulu, saat ini `ontime`, tibanya saja yang sedikit molor karena di Sumsel ini banyak kereta angkut batu bara. Wajar-wajar saja jika molor 15 menit sampai 30 menit," katanya.
Agustian Saputra (23), penumpang lainnya yang tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sriwijaya, mengatakan bahwa pembelian tiket bisa secara "online" atau di toko modern Indomaret dan Alfamart. Hal ini makin memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan kereta api.
Khusus untuk mudik Lebaran, PT KAI juga telah menjual tiket pada H-90 sehingga masyarakat tidak perlu lagi mengantre seperti yang terjadi pada beberapa tahun lalu.
"Saat ini saya perhatikan sudah tidak ada lagi antrean tiket di stasiun. Kalau ada, itu hanya sedikit untuk membeli tiket yang belum terjual pada hari itu saja," kata Agustian.
Dengan konsep pembelian tiket tidak mesti di stasiun, membuat stasiun menjadi kawasan yang nyaman seperti layaknya bandara karena setiap orang yang datang sudah mengantongi tiket untuk berangkat mudik.
Pemudik juga dipaksa tertib karena hanya boleh membawa barang bawaan seberat 20 kg dengan secara ukuran maksimal 1 meter.
"Saya rencananya berangkat pada H-2. Namun, saya sengaja datang pada H-10 untuk mencetak tiket terlebih dahulu," kata Agustian.
Staf Bidang Pelayanan Konsumen Stasiun Kertapati Karnia mengatakan bahwa saat ini pengguna kereta api tidak lagi hanya kalangan menengah ke bawah.
Jika sebelumnya, transfortasi menggunakan kereta api dipadang sebelah mata, seiring dengan perbaikan layanan membuat mereka yang berkocek tebal pun beralih dari membawa mobil pribadi ke kuda besi.
"Malahan banyak penumpang yang langsung dari bandara menuju stasiun untuk menuju Lubuklinggau. Uniknya, mereka tidak segan naik kereta ekonomi karena memang bedanya hanya tempat duduknya saja dibandingkan tiket bisnis," kata Karnia.
Jaga keamanan
Sementara itu, untuk menandai dimulainya masa angkutan Lebaran 2016, PT KAI Divre III Palembang mengadakan Upacara Gelar Pasukan di Halaman Stasiun Besar Kertapati, Jumat (24/6).
Masa angkutan Lebaran tahun ini dimulai pada tanggal 24 Juni sampai 17 Juli 2016.
Kepala Bidang Humas PT KAI Divre III Palembang Aidah Suryati di Palembang, Sabtu, mengatakan bahwa pihaknya menyediakan posko angkutan Lebaran di semua stasiun untuk membantu masyarakat yang akan mudik Lebaran.
Pada tahun ini, PT KAI Divre III Palembang menyediakan 70.128 tempat duduk dengan 2.922 tempat duduk per hari untuk jurusan Kertapati-Tanjungkarang dan Kertapati-Lubuklinggau untuk semua kelas.
"Saat ini tempat duduk yang terjual dari H-12 sampai H+12 Idulfitri 1437 Hijriah sudah terjual sekitar 80 persen. Adapun yang sudah tidak bisa dipesan lagi mulai dari H-9 sampai H-1 karena sudah full," katanya.
Ia mengemukakan bahwa kereta api kelas ekonomi masih menjadi favorit masyarakat karena dengan harga terjangkau, nyaman, berpendingin udara, tidak ada penumpang yang merokok, dan tiketnya bisa dibeli dengan mudah.
Lonjakan penumpang diprediksi mulai H-7 di setiap jurusan.
Saat ini tiket untuk KA ekonomi Rajabasa dan Serelo telah habis untuk keberangkatan 1 s.d. 10 Juli dan untuk kelas eksekutif dan bisnis dari H-1 sampai H+3 sudah habis.
Terkait dengan tarif, PT KAI tidak menaikkan harga tiket karena untuk tarif kelas eksekutif dan bisnis diberlakukan tarif batas bawah dan tarif batas atas, sedangkan kereta ekonomi tetap mengacu skema PSO dari pemerintah.
Per 1 Juli 2016, tarif kereta kelas eksekutif untuk relasi Kertapati-Tanjungkarang Rp180 ribu s.d. Rp210 ribu, sedangkan untuk kelas bisnis tarif batas bawah dan batas atasnya Rp140 ribu s.d. Rp165 ribu.
Kelas eksekutif untuk relasi Kertapati-Lubuklinggau Rp160 ribu s.d. Rp190 ribu, sedangkan kelas bisnis Rp120 ribu s.d. Rp150 ribu, sedangkan untuk kelas ekonomi per 1 Juli tarifnya turun dari Rp33 ribu menjadi Rp32 ribu.
Selama masa angkutan Lebaran 2016, PT KAI Divre III menerjunkan sebanyak 315 personel keamanan gabungan untuk menghadapi arus mudik dan balik.
"Petugas ini selain disiagakan di stasiun, juga di dalam kereta," katanya.
Bantuan keamanan dan ketertiban sebanyak 315 personel gabungan, ada dari personel POM TNI, polres/polsek setempat, Brimob, Polsuka dan security stasiun.
PT KAI juga membuka layanan pencetakan tiket KA bagi calon penumpang yang telah memesan tiket melalui transaksi "online".
"Diharapkan masyarakat untuk segera melakukan pencetakan di mesin CTM agar calon penumpang KA terhindar dari panjangnya antrean ketika melakukan pencetakan tiket pada hari yang sama dengan jadwal keberangkatnnya," katanya.
Selain itu, untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam perjalanan KA, PT KAI Divre III menyiapkan AMUS (alat material untuk siaga) di sejumlah titik yang rawan bencana longsor/ambles dan banjir, terutama menjelang arus mudik dan arus balik.
PT KAI Divre III Palembang juga menempatkan petugas tambahan pemeriksa jalan rel ekstra dan petugas flying gang (regu terbang/ siaga).
"Dengan makin nyamannya layanan kereta api ini, membuat masyarakat memiliki banyak pilihan transportasi untuk mudik Lebaran. Sejak 3 tahun terakhir terjadi peningkatan penumpang sekitar 15 persen setiap Lebaran," kata Aidah.
Kereta Api sudah jauh dari kesan kotor, kumuh, dan kumal. Jika sebelumnya PT KAI mencetak tiket tidak berorientasi pada jumlah kursi, kini mengedepankan konsep "satu tiket, satu kursi".
Karnia, pegawai PT KAI, mengatakan bahwa saat ini muncul kebanggaan pada dirinya sebagai pegawai kereta api.
"Dahulu, menjelang Lebaran, saya stres. Stasiun penuh sesak, belum lagi banyak penumpang yang marah-marah karena tidak kebagian tiket, padahal tiket sudah dicetak terus sampai kereta penuh dengan orang yang berdiri. Itu dulu, kini tidak lagi," kata Karnia yang sudah 20 tahun mengurus konsumen kereta api di Stasiun Kertapati.