Abu Dhabi (ANTARA) - “Pabila mereka melihatnya bagai rintangan, bagi kami itu adalah cakrawala yang harus dijelajahi.”
Pitutur tersebut disampaikan Menteri Perindustrian dan Kemajuan Teknologi Uni Emirat Arab Sultan Al Jaber kala membuka gelaran Abu Dhabi Sustainability Week.
Kutipan Al Jaber menjadi mukadimah dari tulisan ini, sebab melambangkan tekad yang tak mudah padam untuk menaklukkan rintangan yang membentang. Pola pikir tersebut layak juga ditanamkan pada masyarakat di seluruh belahan dunia.
Salah satu wujud nyata dari ucapan tersebut adalah keberhasilan Uni Emirat Arab menaklukkan rintangan menjadi peluang pada proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) raksasa yang berlokasi di Kotamadya Al Dhafra, Abu Dhabi; atau yang dikenal dengan PLTS Al Dhafra.
Uni Emirat Arab, sebagai salah satu negara terbesar yang memproduksi energi fosil (minyak dan gas), serta negara yang juga dikenal sebagai "Tanah Minyak", justru menjadi pendobrak transisi energi ke energi terbarukan.
PLTS terbesar di dunia
Uni Emirat Arab berhasil mengubah hamparan gurun pasir dengan permukaan bergelombang disertai cuaca yang tak menentu menjadi rumah bagi sekitar 4 juta modul fotovoltaik (PV) untuk menghasilkan tenaga listrik dengan kapasitas mencapai 2,1 gigawatt (GW).
Energi yang dihasilkan dari PLTS tersebut menerangi sekitar 200 ribu rumah di Uni Emirat Arab. Apabila diimplementasikan di Jakarta, PLTS berkapasitas 2,1 GW dapat melayani sekitar 3,65 juta rumah tangga selama setahun, berdasarkan konsumsi listrik rata-rata sekitar 400–500 kWh per bulan per rumah tangga.
Cuaca gurun yang tak menentu pun diatasi dengan teknologi canggih berupa PV dengan sistem yang dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi, seperti angin kencang, panas terik, dan hujan deras.
Capaian tersebutlah yang berhasil menasbihkan PLTS Al Dhafra sebagai single-site PLTS terbesar di dunia dengan kisaran luas mencapai 20–21 km persegi.
Mengubah gurun menjadi kebun listrik tak luput dari tekad empat perusahaan yang berinvestasi dalam pembangunan PLTS tersebut.
Mereka bertekad untuk memanfaatkan teriknya matahari gurun sebagai sumber energi terbarukan di Uni Emirat Arab. Keempat perusahaan tersebut terdiri atas dua perusahaan lokal UEA (Masdar dan TAQA) dengan total saham sebesar 60 persen, serta dua perusahaan luar (EDF Renewables dan Jinko Power) dengan total saham sebesar 40 persen.
Menperin UEA Sultan Al Jaber, yang juga merupakan pimpinan Masdar, menegaskan bahwa Uni Emirat Arab berambisi untuk menjadi pionir dalam pengembangan energi terbarukan.
Untungnya, atensi Uni Emirat Arab tertuju kepada Indonesia. UEA melihat Indonesia sebagai salah satu destinasi pengembangan energi terbarukan, dan berpotensi untuk menjadi hub (pusat) energi terbarukan di Asia Tenggara.
Potensi IndonesiaMasdar, perusahaan energi terbarukan asal Uni Emirat Arab, membuka kantor di Indonesia dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai hub energi terbarukan di kawasan Asia Tenggara.
Berbeda dengan Uni Emirat Arab yang mengandalkan tenaga surya sebagai sumber energi terbarukan, Indonesia memiliki variasi yang lebih banyak.
Melimpahnya kekayaan alam dan energi terbarukan di Indonesia selalu didengungkan kepada masyarakatnya sedari masih menduduki bangku sekolah dasar, seperti potensi tenaga surya, air, angin (bayu), panas bumi, hingga biomassa.
Akan tetapi, keterbatasan teknologi dan kondisi geografis Indonesia menjadi rintangan bagi masyarakat untuk bisa menikmati energi terbarukan. Itulah yang menyebabkan Indonesia masih bergantung pada energi fosil yang notabene meracuni bumi.
Sebagaimana kutipan Al Jaber, rintangan tersebut justru disambut oleh perusahaan energi terbarukan asal Uni Emirat Arab itu.
Bersama PLN Nusantara Power (PLN NP), Masdar berhasil mengembangkan PLTS Terapung Cirata di Waduk Cirata, Jawa Barat.
PLTS terapung seluas 200 hektare tersebut mampu memproduksi energi hijau berkapasitas 192 MWp (megawatt peak) dengan 13 pulau panel surya yang bisa menghasilkan listrik. PLTS ini merupakan PLTS terapung yang paling besar di Asia Tenggara, dan akan diperbesar hingga kapasitasnya dapat mencapai 500 MW.
Capaian tersebut merupakan wujud nyata bahwa perkembangan teknologi dapat mengatasi rintangan kondisi geografis Indonesia.
PLTS Terapung Cirata sekaligus menjadi pintu masuk bagi Indonesia, yang tidak memiliki hamparan lahan seluas gurun, untuk memanfaatkan luasnya permukaan air yang mengelilingi negara beriklim tropis tersebut.
Tidak berhenti dalam pengembangan PLTS Terapung Cirata, perusahaan Uni Emirat Arab ini juga merambah ke potensi panas bumi yang berada di Indonesia. Hal tersebut tercermin dari kepemilikan saham sebesar 15 persen di PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE).
Masdar pun membidik investasi Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) energi baru terbarukan di Nusantara, Kalimantan Timur, berdasarkan Letter to Proceed (LtP) yang diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN).
Dalam dialog bersama Chief Operating Officer (COO) Masdar Abdulaziz Alobaidli, disampaikan bahwa potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dan tenaga air (PLTA) masih dipelajari.
Berbagai manuver tengah dibedah untuk mengatasi permasalahan topografi kawasan yang mengakibatkan proyek PLTB sulit untuk dikembangkan di Indonesia.
Meskipun demikian, ia tak serta merta menghentikan studi kelayakan dan berupaya untuk mencari langkah yang memungkinkan.
Ketika dialog berakhir dan tiba saatnya menyusuri PLTS Al Dhafra, guyuran hujan di tengah gurun yang (semula) tandus pun menyambut para pengunjung. Fenomena ini seolah-olah membuktikan betapa gurun memiliki cuaca yang tak menentu.
Derasnya hujan di PLTS Al Dhafra menjadi momen yang langka, bahkan bagi para pekerja di sana.
Abdulaziz Alobaidli pun dengan cepat mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikan momen langka tersebut.
Meski guyuran hujan luput dari prakiraan cuaca (sebab cuaca pada hari itu diprakirakan akan cerah sepanjang hari), penduduk lokal menyambutnya dengan sukacita. Bagi mereka, turunnya hujan bermakna berkah yang melimpah dan keberuntungan.
Alobaidli pun menyinggung soal Indonesia yang memiliki curah hujan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan Uni Emirat Arab.
Mudah-mudahan, hujan yang turun di Indonesia turut menjadi pembawa keberuntungan, terutama dalam mengembangkan sektor energi terbarukan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bertamu ke PLTS raksasa di Tanah Minyak