Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Greenpeace Indonesia mendorong peningkatan keterlibatan masyarakat rentan dalam proses perencanaan dan implementasi kebijakan iklim, termasuk masyarakat pesisir di wilayah Jakarta yang berpotensi mengalami dampak paling besar dari perubahan iklim.
Peneliti Greenpeace Indonesia Talitha Aurellia Alfiansyah dalam diskusi di Jakarta, Selasa, menjelaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon yang Berketahanan Iklim (RPRKD) sebagai bentuk komitmen dalam mitigasi perubahan iklim.
Aturan itu sendiri merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change.
Secara khusus dia menyoroti bahwa warga pesisir di wilayah Jakarta yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, menghadapi risiko peningkatan banjir sampai minim akses air bersih, perlu lebih dilibatkan dalam kebijakan pembangunan termasuk bidang infrastruktur, transportasi, dan tata ruang.
"Untuk keadilan rekognisi, kita perlu, Pemprov DKI Jakarta itu perlu lebih aktif lagi untuk memastikan kelompok rentan sudah terakomodasi dalam proses pemetaan kebutuhan dan juga evaluasi implementasi," tuturnya.
Untuk mewujudkan keadilan distributif, Greenpeace merekomendasikan perlunya pemetaan apa saja program dan kegiatan yang dialokasikan untuk langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terutama aksi yang berdasarkan alam atau nature based solutions.
"Jadi kesimpulannya adalah, secara umum Pergub itu sudah ada upaya untuk melakukan pemenuhan terhadap prinsip keadilan iklim. Namun, memang ada beberapa keterbatasan seperti tidak adanya rincian terkait wilayah rentan, aksi mitigasinya apa saja. Kemudian pendanaannya juga belum jelas dan juga pelibatan masyarakat tidak diatur secara rinci dan spesifik," katanya.
Langkah pelibatan itu penting, kata dia, mengingat masyarakat rentan mengalami dampak paling besar dari perubahan iklim. Di sisi lain, masyarakat rentang bukanlah penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar.
Dia merujuk kepada publikasi lembaga nirlaba internasional Oxfam bahwa selama 1990-2015 sebanyak 10 persen orang terkaya dunia bertanggung jawab atas 52 persen emisi karbon global dibandingkan 50 persen penduduk termiskin hanya menyumbang 7 persen emisi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti: Masyarakat rentan perlu lebih dilibatkan di kebijakan iklim
Berita Terkait
Mitigasi harus tepat untuk atasi perubahan iklim makin cepat
Jumat, 27 September 2024 12:04 Wib
BMKG peringatkan potensi penurunan curah hujan tanpa mitigasi iklim
Rabu, 25 September 2024 14:45 Wib
Ternyata, Palembang dan 3 kota masuk daftar kota terpanas di Asia Tenggara pada Juni-Agustus
Jumat, 20 September 2024 11:35 Wib
Sekda Sumsel ajak warga peduli lingkungan melalui Program Kampung Iklim
Kamis, 19 September 2024 20:10 Wib
Peneliti sebut perubahan iklim tingkatkan suhu saat malam termasuk Indonesia Lom
Sabtu, 10 Agustus 2024 16:52 Wib
Dari ABU Media Summit VIII, ANTARA dukung harmonisasi lingkungan dan manusia
Rabu, 7 Agustus 2024 15:18 Wib
Pama Grup ajak wartawan Sumatera-Kalimantan tinjau Proklim Wonosobo
Selasa, 7 Mei 2024 16:50 Wib
BMKG: Sistem informasi hidro-meteorologi RI layak jadi percontohan
Rabu, 24 April 2024 8:12 Wib