BRIN imbau elit politik belajar sejarah untuk junjung konstitusi
"Pemilihan anggota konstituante saat itu dilakukan karena konstitusi kita kan sementara, maka dipilihlah anggota konstituante untuk khusus merumuskan tentang konstitusi kita. Pada eranya, sudah ada kesadaran yang cukup tinggi bahwa konstitusi sebagai bagian dari empat konsensus dasar akan menjadi sumber dari segala sumber hukum," tuturnya.
Empat konsensus kebangsaan tersebut yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika.
"Waktu itu kan kita mengenal UUD Republik Indonesia Serikat (RIS), UUD Sementara tahun 1950, di situlah sebetulnya diperlukan (konstituante), kan baru merdeka Undang-Undang Dasar kita itu sangat simple, concise, dan compact, dalam waktu sesingkat-singkatnya, tetapi dirumuskan oleh pendiri-pendiri bangsa yang sangat berpihak pada NKRI," ujarnya.
Ia juga mengemukakan Pemilu 1955 tidak mengenal Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) karena fokus pendiri bangsa saat itu yakni nasionalisme dan patriotisme.
"Mengapa Pemilu 1955 tidak ada nuansa SARA, karena kita fokusnya habis berjuang melawan penjajah. Jadi kita disatupadukan untuk cinta pada Tanah Air, rasa nasionalisme dan patriotisme itu kadang kita rindukan untuk pemilu-pemilu yang akan datang, termasuk saat ini," bebernya.
Untuk itu ia menekankan pentingnya pembelajaran sejarah pada elit politik agar konstitusi tetap terjaga dan tidak hanya menyelamatkan golongan-golongan tertentu.
"Kalau yang di DPR nanti kan akan berbicara tentang revisi undang-undang, UU seperti apa yang memang sesuai diaplikasikan dengan Indonesia, bukan sekadar oh ini kebutuhan partai kita, maka harus diselamatkan, tidak bisa seperti itu. Jadi inilah pentingnya pembelajaran sejarah pada elit politik," ucap Siti Zuhro.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BRIN minta elit politik belajar sejarah Pemilu 1955 junjung konstitusi