Mewarisi semangat juang Cintawari lewat kain sasirangan

id tapin, berita kalsel,berita sumsel, berita palembang

Mewarisi semangat juang Cintawari lewat kain sasirangan

Pendiri Kelompok Cintawari Sasirangan Tapin Masdinah (kiri) menunjukkan kain sasirangan kepada seorang perempuan, Selasa, (15/8/2023). ANTARA/Muhammad Fauzi Fadilah

Buhan Tikup

Motif Buhan tikup bermakna tali yang bersambung dan tidak putus-putus. melambangkan alur kehidupan yang terus berjalan. Motif ini diambil dari cerita masyarakat Dayak Meratus Tapin yang diaplikasikan pada sebuah ritual saat “Aruh” atau kegiatan syukuran saat panen padi.

Anak Bajang Bagandeng Tangan

Motif Anak Bajang Bagandeng Tangan ini menggambarkan tentang permainan anak-anak pedalaman Dayak Meratus yang melambangkan kuatnya persatuan dan eratnya persaudaraan.

Gasing Kemuning

Motif Gasing Kemuning ini menggambarkan budaya masyarakat Kabupaten Tapin yang gemar bermain gasing. Gasing yang takdirnya diadu ini terbuat dari kayu kemuning.

Layang-layang Bakacak Pinggang

Motif Layang-layang Bakacak Pinggang ini terinspirasi dari orang-orangan sawah sebagai pengusir burung pemakan biji pada saat padi mengurai. Motif ini juga menggambarkan tentang kultur alam Kabupaten Tapin yang memiliki alam pertanian yang subur.

Papan Surui

Motif Papan Surui ini menggambarkan budaya suku Dayak Meratus di Kabupapten Tapin. Papan berarti kayu, sedangkan surui berarti sisir. Benda ini pada zaman dahulu digunakan masyarakat adat sebagai alat mencuci.

Pucuk Papakuan

Motif Pucuk Papakuan ini menggambarkan tanaman paku yang merupakan tumbuhan purba. Pada suku Dayak Meratus zaman dulu tanaman liar pakuan sering dimanfaatkan untuk olahan masakan.

Dandang Badangung

Motif Dandang Badangung ini menggambarkan budaya daerah yang sering dilombakan oleh masyarakat Kabupaten Tapin saat memasuki musim kemarau. Dandang ini adalah sebuah layang-layang besar dengan bentuk yang unik, sedangkan dangung adalah alat bunyi-bunyian yang dipasang di punggung dandang terbuat dari bambu besar jenis “batung” yang tumbuh di daerah pegunungan. Perlombaan ini mencari bunyi yang paling nyaring, merdu hingga khas sebagai pemenang, kegiatan ini dulu digelar setiap tahun oleh masyarakat Kabupaten Tapin.

Panting Pulantan

Motif Panting Pulantan ini menggambarkan salah satu alat musik lokal yang sering dimainkan sebagai sarana hiburan dan sarana pendidikan oleh masyarakat Kabupaten Tapin.

Syair-syair pada musik panting isinya melambangkan tentang nasehat dan petuah, dan untuk mempererat silaturahmi antar warga masyarakat.

Bawang Tunggal

Motif Bacabut Bawang ini menggambarkan budaya masyarakat yang sering dipakai untuk bacabut angin dan dipercaya untuk mengusir roh jahat. Budaya bahari ini digunakan masyarakat Kabupaten Tapin sebagai salah satu pengobatan untuk penyakit yang disebabkan oleh angin.

Wayang Topeng

Motif Wayang Topeng ini menggambarkan kesenian wayang khas Kabupaten Tapin yang dikembangkan oleh tokoh seniman wayang, bernama Dalang Janderi di Desa Matang Asam. Pagelaran wayang topeng ini hingga sekarang masih eksis, biasanya dibawakan pada acara perayaan reswpsi pernikahan masyarakat Kabupaten Tapin.

Cabe Hiyung

Motif Cabai Hiyung ini menggambarkan kesuksesan masyarakat Desa Hiyung, Kabupaten Tapin yang berhasil mengembangkan varietas cabai. Sekarang, hampir 100 warga masyarakat Desa Hiyung bergantung hidup dari cabai yang terkenal sebagai cabai terpedas di Indonesia. Tanaman ini, unik hanya bisa tumbuh maksimal di Desa Hiyung yang kultur alamnya adalah rawa lebak hingga rawa gambut.

Parang Balingan

Motif Parang Balingan ini menggambarkan kultur masyarakat Kabupaten Tapin tempo dulu yang tak pisah dengan “ganggaman” atau senjata tajam yang terus dibawa.

Ayunan Raja Datu Ujung

Motif Ayunan Raja Datu Ujung ini menggambarkan budaya masyarakat Desa Banua Halat, Kabupaten Tapin yang sampai saat ini masih digelar dan masuk dalam kalender event tahunan Kalimantan Selatan. Ada ribuan orang dari penjuru Indonesia mengikuti pagelaran yang pernah memecahkan Muri.

Budaya itu disebut sebagai ba’ayun mauled, budaya ini adalah akulturasi masyarakat dayak dan Muslim pada zaman dahulu. Sekarang, ba’ayun mauled memiliki makna religius yang mana orang tua berharap anak cinta masjid dan menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan.

Sejarah Sasirangan

Menurut Masdinah, sasirangan adalah kain khas suku Banjar, Kalimantan Selatan.

"Kain sasirangan memiliki nilai historis, yang umumnya digunakan sebagai kain adat, baik masyarakat atau kalangan bangsawan suku Banjar," kata Galuh.

Sasirangan merupakan salah satu wujud pengetahuan lokal masyarakat Kalimantan Selatan, meskipun saat ini kain sasirangan sudah digunakan dalam keseharian.

Sasirangan berasal dari kata menyirang yang berarti menjelujur. Sebutan itu merujuk pada saat pengerjaannya dilakukan dengan cara menjelujur kemudian diikat dengan tali rafia dan dicelup.

Sesuai dengan asal-usulnya, kain sasirangan diwariskan secara turun-temurun sejak abad XII.

Kain sasirangan juga dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat bermanfaat untuk batatamba atau pengobatan maupun pengusir roh halus.

Seiring perkembangan zaman, kain sasirangan dan motif-motifnya pun semakin berkembang.  Kini, ada ratusan motif yang dikembangkan oleh setiap daerah di Kalimantan Selatan.