Museum Sumsel pameran koleksi naskah di Aceh
Banda Aceh (ANTARA) - , Museum Balaputra Dewa Sumatera Selatan ikut memamerkan koleksi naskah atau filologi 10-14 Agustus 2023, di Gedung Pameran Temporer, Museum Aceh.
Sebanyak 17 museum di wilayah Pulau Sumatera memamerkan 75 koleksi filologika atau naskah tempo dulu unggulan.
"Koleksi filologika yang ditampilkan itu ditulis pada tempo dulu dan semuanya berisi ilmu pengetahuan di masa lalu," kata Kepala Disbudpar Aceh Almuniza Kamal, di Banda Aceh, Kamis.
Almuniza mengatakan, pameran filologi ini menampilkan koleksi naskah yang berisi tentang ilmu pengetahuan seperti tabir mimpi, pengobatan, hukum adat, dan sebagainya yang dituliskan di atas berbagai media tulis dari masa ke masa.
Adapun 17 museum di wilayah Sumatera yang memamerkan koleksi filologi tersebut yakni Museum Aceh, Museum Tsunami Aceh, Museum Sumatera Utara, Museum Adityawarman Sumatera Barat.
Kemudian, Museum Sang Nila Utama Riau, Museum Siginjei Jambi, Museum Balaputra Dewa Sumatera Selatan, Museum Bengkulu, Museum Ruwa Jurai Lampung, dan Museum Sriwijaya.
Selanjutnya, Museum Pidie Jaya, Museum Kota Lhokseumawe, Museum Samudera Pasai Aceh Utara, Museum Bireuen, Museum Kota Langsa, Museum UIN Ar-Raniry, dan Museum Ali Hasjmy Banda Aceh.
Dalam kesempatan ini, Almuniza juga mengajak masyarakat Aceh terutama kawula muda untuk mengunjungi Museum Aceh agar dapat mengenali sejarah lebih mendalam dan mengenal peradaban masa lalu. "Kenali sejarah agar tidak salah melangkah, itu adalah salah satu tagline yang kita gelorakan untuk Museum Aceh. Saya tunggu kehadiran teman-teman, Insya Allah akan mendapatkan ilmu dan wawasan yang lebih baik," ujar Almuniza.
Sementara itu, Direktur Event Daerah, Deputi Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Event) Kemenparekraf RI Reza Fahlevi menyatakan bahwa pameran filologika sebagai salah satu upaya pelestarian budaya dan memberikan ilmu pengetahuan yang baru.
"Filologi merupakan konten yang kaya dan luhur sekaligus unik untuk didalami dan dikembangkan dalam konteks pariwisata," kata Reza.
Reza menuturkan, selain upaya pelestarian budaya, pameran koleksi filologika ini juga dapat menambah ilmu pengetahuan dan berpotensi menginspirasi berbagai industri menjadi MICE, ide dan aktivasi dalam festival, ikon destinasi wisata hingga ekonomi kreatif.
Reza mengapresiasi para kepala museum se-Sumatera yang hadir ke Aceh. Menurutnya, antusiasme peserta atas keberlangsungan event ini tak terlepas dari upaya memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Budaya dan pariwisata sejatinya saling menghidupi. Dengan kebudayaan, pariwisata dapat tumbuh dan sebaliknya melalui pariwisata, budaya dapat dilestarikan,” ujar Reza.
Di sisi lain, Kurator Museum Lampung, Medagiri menyampaikan pihaknya menampilkan enam koleksi filologi peradaban sejarah Lampung yang naskahnya ditulis memakai aksara Had Lampung di atas media kulit kayu halim.
"Koleksi diperkirakan berasal dari abad ke-17 diketahui karena bertuliskan aksara Lampung kuno yang pada waktu itu sudah punah," demikian Medagiri.
Sebanyak 17 museum di wilayah Pulau Sumatera memamerkan 75 koleksi filologika atau naskah tempo dulu unggulan.
"Koleksi filologika yang ditampilkan itu ditulis pada tempo dulu dan semuanya berisi ilmu pengetahuan di masa lalu," kata Kepala Disbudpar Aceh Almuniza Kamal, di Banda Aceh, Kamis.
Almuniza mengatakan, pameran filologi ini menampilkan koleksi naskah yang berisi tentang ilmu pengetahuan seperti tabir mimpi, pengobatan, hukum adat, dan sebagainya yang dituliskan di atas berbagai media tulis dari masa ke masa.
Adapun 17 museum di wilayah Sumatera yang memamerkan koleksi filologi tersebut yakni Museum Aceh, Museum Tsunami Aceh, Museum Sumatera Utara, Museum Adityawarman Sumatera Barat.
Kemudian, Museum Sang Nila Utama Riau, Museum Siginjei Jambi, Museum Balaputra Dewa Sumatera Selatan, Museum Bengkulu, Museum Ruwa Jurai Lampung, dan Museum Sriwijaya.
Selanjutnya, Museum Pidie Jaya, Museum Kota Lhokseumawe, Museum Samudera Pasai Aceh Utara, Museum Bireuen, Museum Kota Langsa, Museum UIN Ar-Raniry, dan Museum Ali Hasjmy Banda Aceh.
Dalam kesempatan ini, Almuniza juga mengajak masyarakat Aceh terutama kawula muda untuk mengunjungi Museum Aceh agar dapat mengenali sejarah lebih mendalam dan mengenal peradaban masa lalu. "Kenali sejarah agar tidak salah melangkah, itu adalah salah satu tagline yang kita gelorakan untuk Museum Aceh. Saya tunggu kehadiran teman-teman, Insya Allah akan mendapatkan ilmu dan wawasan yang lebih baik," ujar Almuniza.
Sementara itu, Direktur Event Daerah, Deputi Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Event) Kemenparekraf RI Reza Fahlevi menyatakan bahwa pameran filologika sebagai salah satu upaya pelestarian budaya dan memberikan ilmu pengetahuan yang baru.
"Filologi merupakan konten yang kaya dan luhur sekaligus unik untuk didalami dan dikembangkan dalam konteks pariwisata," kata Reza.
Reza menuturkan, selain upaya pelestarian budaya, pameran koleksi filologika ini juga dapat menambah ilmu pengetahuan dan berpotensi menginspirasi berbagai industri menjadi MICE, ide dan aktivasi dalam festival, ikon destinasi wisata hingga ekonomi kreatif.
Reza mengapresiasi para kepala museum se-Sumatera yang hadir ke Aceh. Menurutnya, antusiasme peserta atas keberlangsungan event ini tak terlepas dari upaya memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Budaya dan pariwisata sejatinya saling menghidupi. Dengan kebudayaan, pariwisata dapat tumbuh dan sebaliknya melalui pariwisata, budaya dapat dilestarikan,” ujar Reza.
Di sisi lain, Kurator Museum Lampung, Medagiri menyampaikan pihaknya menampilkan enam koleksi filologi peradaban sejarah Lampung yang naskahnya ditulis memakai aksara Had Lampung di atas media kulit kayu halim.
"Koleksi diperkirakan berasal dari abad ke-17 diketahui karena bertuliskan aksara Lampung kuno yang pada waktu itu sudah punah," demikian Medagiri.