Museum Sumsel pameran koleksi naskah di Aceh
"Kenali sejarah agar tidak salah melangkah, itu adalah salah satu tagline yang kita gelorakan untuk Museum Aceh. Saya tunggu kehadiran teman-teman, Insya Allah akan mendapatkan ilmu dan wawasan yang lebih baik," ujar Almuniza.
Sementara itu, Direktur Event Daerah, Deputi Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Event) Kemenparekraf RI Reza Fahlevi menyatakan bahwa pameran filologika sebagai salah satu upaya pelestarian budaya dan memberikan ilmu pengetahuan yang baru.
"Filologi merupakan konten yang kaya dan luhur sekaligus unik untuk didalami dan dikembangkan dalam konteks pariwisata," kata Reza.
Reza menuturkan, selain upaya pelestarian budaya, pameran koleksi filologika ini juga dapat menambah ilmu pengetahuan dan berpotensi menginspirasi berbagai industri menjadi MICE, ide dan aktivasi dalam festival, ikon destinasi wisata hingga ekonomi kreatif.
Reza mengapresiasi para kepala museum se-Sumatera yang hadir ke Aceh. Menurutnya, antusiasme peserta atas keberlangsungan event ini tak terlepas dari upaya memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Budaya dan pariwisata sejatinya saling menghidupi. Dengan kebudayaan, pariwisata dapat tumbuh dan sebaliknya melalui pariwisata, budaya dapat dilestarikan,” ujar Reza.
Di sisi lain, Kurator Museum Lampung, Medagiri menyampaikan pihaknya menampilkan enam koleksi filologi peradaban sejarah Lampung yang naskahnya ditulis memakai aksara Had Lampung di atas media kulit kayu halim.
"Koleksi diperkirakan berasal dari abad ke-17 diketahui karena bertuliskan aksara Lampung kuno yang pada waktu itu sudah punah," demikian Medagiri.
Sementara itu, Direktur Event Daerah, Deputi Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Event) Kemenparekraf RI Reza Fahlevi menyatakan bahwa pameran filologika sebagai salah satu upaya pelestarian budaya dan memberikan ilmu pengetahuan yang baru.
"Filologi merupakan konten yang kaya dan luhur sekaligus unik untuk didalami dan dikembangkan dalam konteks pariwisata," kata Reza.
Reza menuturkan, selain upaya pelestarian budaya, pameran koleksi filologika ini juga dapat menambah ilmu pengetahuan dan berpotensi menginspirasi berbagai industri menjadi MICE, ide dan aktivasi dalam festival, ikon destinasi wisata hingga ekonomi kreatif.
Reza mengapresiasi para kepala museum se-Sumatera yang hadir ke Aceh. Menurutnya, antusiasme peserta atas keberlangsungan event ini tak terlepas dari upaya memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Budaya dan pariwisata sejatinya saling menghidupi. Dengan kebudayaan, pariwisata dapat tumbuh dan sebaliknya melalui pariwisata, budaya dapat dilestarikan,” ujar Reza.
Di sisi lain, Kurator Museum Lampung, Medagiri menyampaikan pihaknya menampilkan enam koleksi filologi peradaban sejarah Lampung yang naskahnya ditulis memakai aksara Had Lampung di atas media kulit kayu halim.
"Koleksi diperkirakan berasal dari abad ke-17 diketahui karena bertuliskan aksara Lampung kuno yang pada waktu itu sudah punah," demikian Medagiri.