Walhi: Krisis iklim semakin nyata picu suhu panas di kota-kota besar

id perdagangan karbon,perubahan iklim,walhi ,bumi panas,efek rumah kaca,cuaca ekstrem,produksi karbon,negara industri maju

Walhi: Krisis iklim semakin nyata picu suhu panas di kota-kota besar

Ilustrasi: Api keluar dari cerobong pada Perusahaan Pemurnian dan Petrokimia Nasional Alexandria (ANRPC) sepanjang jalan raya Alexandria, Mesir. ANTARA FOTO/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh/djo

Islah menyoroti negara-negara industri yang enggan menurunkan produksi demi mengurangi emisi karbon. Bila negara-negara maju itu masih berproduksi, kata dia, maka emisi tidak akan berkurang karena karbon terus dihasilkan dari mesin-mesin industri mereka.
 
Sementara itu negara-negara dunia ketiga diminta untuk tidak melakukan ekstraksi terhadap alam dengan tidak melakukan penebangan hutan, tidak melalukan penambangan, dan berbagai larangan lainnya.
 
Perbedaan itu lantas melahirkan proses tukar guling antara negara-negara maju dengan negara-negara dunia ketiga. Inilah yang biasa orang menyebutnya mekanisme offset.
 
Bagi Walhi, proses offset dalam perdagangan karbon menjadi salah satu hal yang sangat menyesatkan karena offset tidak bisa menghambat pemanasan global.
 
"Kenapa demikian? karena emisi yang dikeluarkan oleh industri tidak berkurang. Proses penciptaan barang-barang tidak berkurang, terus-menerus terjadi, dan terus-menerus semakin masif, maka konsumen juga akan terus-menerus mengkonsumsi lebih besar daripada yang dia butuhkan," katanya.
 
 
Mekanisme pasar karbon telah menempatkan karbon sebagai komoditas dagang. Para pemilik modal yang memiliki sumber daya besar dapat menguasai hutan-hutan dalam jangka panjang hanya demi mesin-mesin industri mereka tetap menyala dan berproduksi.
 
Mekanisme offset pasar karbon, menurutnya, berpotensi menghancurkan wilayah yang menjalankan berbagai kegiatan industri, lalu membayar uang kepada para penjaga hutan sebagai alat penebus dosa mereka.
 
Sementara itu, lanjutnya, hak-hak masyarakat yang berada di wilayah industri tersebut dalam posisi yang sangat mengerikan dan menderita karena alam mereka yang rusak akibat aktivitas industri.
 
"Kita membayar untuk bernafas dan menurut saya ini paling mengerikan," ujar Islah.