Palembang (ANTARA) - Masyarakat Sadar Wisata (Masata) Sumatera Selatan mengapresiasi pengelola Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang yang menetapkan petugas Avsec mulai dari pintu keberangkatan dan kedatangan menggunakan tanjak untuk pria dan mahkota untuk petugas wanita.
"Penggunaan tanjak dan mahkota oleh petugas Avsec Bandara SMB II sangat positif dan patut diapresiasi atau diberikan penghargaan, karena bisa mendukung pelestarian budaya dan kearifan lokal Kota Palembang," kata Ketua Masata Sumsel, Herlan Aspiudin di Palembang, Ahad.
Menurut dia, penampilan petugas Avsec menggunakan tanjak dan mahkota di atas kepalanya saat menjalankan tugas akhir-akhir ini bisa meningkatkan 'hospitality' atau keramahtamahan petugas ketika memberikan pelayanan kepada seluruh pengguna jasa Bandara SMB II, mitra kerja dan usaha.
Kebijakan Eksekutif General Manager Bandara SMB II Palembang, R.Iwan Winata menetapkan penggunaan tanjak dan mahkota bagi petugas Avsecnya diharapkan bisa dicontoh instansi dan lembaga lain.
Melalui upaya tersebut tidak hanya melestarikan karya budaya tersebut, tetapi mendorong masyarakat menekuni keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional serta menjadikan sumber pendapatan yang bisa diandalkan untuk kehidupan keluarga, kata Herlan.
Dia menjelaskan, tanjak dan mahkota adalah salah satu perlengkapan pakaian adat Kesultanan Palembang Darussalam sekitar tahun 1850 yang dipakai oleh para bangsawan/kesultanan pada saat itu.
Dengan berakhirnya Kesultanan Palembang Darussalam, tanjak masih tetap dipakai oleh masyarakat Palembang hingga saat ini terutama dalam acara-acara tertentu seperti pada acara ada pernikahan dan acara resmi pemerintah daerah.
Tanjak dibuat dari kain persegi empat yang dilipat sedemikian rupa hingga membentuk tanjak untuk pria dan mahkota untuk wanita.
Motif kain tanjak yang pertama kali dipakai adalah motif kerak mutung , dalam perkembangannya motif batik gribik dan jufri juga dipakai untuk pembuatan tanjak.
Menurut sejarahnya, sesuai dengan perkembangan pada masa itu, tanjak terdiri dari tiga macam, yakni tanjak meler yang terbuat dari kain tenunan tradisional Palembang sekitar tahun 1870.
Kemudian tanjak kepundang yang terbuat dari kain tenunan Palembang sekitar tahun 1900, tanjak bela mumbang yakni tanjak khusus untuk penutup kepala Pangeran Nato Dirajo dan keturunannya.
Untuk tanjak yang sekarang masih sering digunakan atau dipakai masyarakat Palembang untuk acara-acara adat , dengan ciri sebagai berikut di kening tiga susun lipatan, di lipatan segitiga ada lipatan sedikit ke depan sebelah kiri, tinggi kain tanjak tidak lebih dari setepa atau lima jari.
Sedangkan bahan yang digunakan untuk dijadikan tanjak dan mahkota yakni kain yang bermotif kerak mutung, gribik, jufri dan kain tenun songket, kata Ketua Masata Sumsel.