Jakarta (ANTARA) - Pemerintah akan mulai melakukan pilot project atau proyek percontohan implementasi bioetanol untuk bahan bakar kendaraan di wilayah Surabaya pada 2023 mendatang.
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan pemerintah akan mewajibkan BBM dengan kadar oktan 92 untuk dicampur dengan 5 persen bioetanol (E5).
"Nanti Pertamax yang RON 92 itu kita wajibkan untuk dicampur bioetanol. Itu untuk Surabaya dan sekitarnya," katanya dalam Seminar Riset Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Jakarta, Selasa.
Edi menjelaskan total pasokan bioetanol yang saat ini mencapai 40 ribu kiloliter (KL) akan cukup untuk memenuhi kebutuhan di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Ada pun pemilihan wilayah percontohan di Surabaya dilakukan lantaran pemasok bioetanol juga beroperasi di Surabaya.
"Kita harap mulai tahun depan, saya masih belum bisa pastikan kapan, tapi secepatnya," katanya.
Edi berharap dimulainya pilot project E5 akan mendorong pemanfaatan bioetanol di Indonesia setelah diluncurkannya program Bioetanol Tebu Untuk Ketahanan Energi oleh Presiden Jokowi pada awal November lalu.
Presiden Jokowi mengharapkan program bioetanol ini dapat berjalan sesuai rencana, dimulai dari bioetanol 5 persen (E5) pada BBM kemudian meningkat E10, E20 dan seterusnya.
"Nanti kalau sudah mulai, pasarnya kelihatan, mungkin nanti investor tertarik, kita bisa kembangkan ke daerah lain," imbuh Edi.
Edi juga mengatakan pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pemasok bioetanol, regulator hingga Pertamina.
Di sisi lain, Direktur PT Energi Agro Nusantara (Enero) Dimas Eko Prasetyo mengungkapkan pihaknya siap memasok bioetanol dari molases (tetes tebu) untuk mendukung proyek percontohan tersebut.
Enero merupakan anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara X yang mengolah molases (tetes tebu) menjadi etanol dengan tingkat kemurnian 99,5 persen.
"Kalau kami dari sisi produsen sudah siap. Kalau kita pikir target E5, E10, Jawa saja masih belum tapi kalau tidak dimulai dari yang kecil, bagaimana mau besar," katanya.
Dimas menyebut saat ini masih menunggu kesiapan di sisi hilir karena perlu diselesaikan dari sisi komersial.
"Misalnya harga sampai end user seperti apa, skemanya seperti apa, juga fasilitas dan lainnya," kata Dimas.
Program Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi diproyeksikan dapat menjadi solusi peningkatan jumlah produksi bioetanol nasional dari 40 ribu kiloliter di tahun 2022 menjadi 1,2 juta kiloliter di tahun 2030 dan menjadi potensi campuran BBM jenis minyak bensin.
Hal ini didasarkan pada studi yang dilakukan di Brasil, di mana energi yang dihasilkan dari 1 ton tebu setara dengan 1,2 barel crude oil.