Palembang (ANTARA) - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Unit Pelabuhan Tarahan mendampingi warga Desa Sidomulyo, Lampung, untuk memproduksi tusuk sate sejak 2018.
Manajer SDM, Umum, Keuangan dan CSR PTBA Unit Pelabuhan Tarahan Hamdani, Senin, mengatakan, perusahaan bekerja sama dengan Paguyuban Krajan yang melibatkan penduduk lanjut usia (lansia) dan kelompok rentan lainnya (janda, difabel dan rumah tangga miskin) dalam produksi tusuk sate tersebut.
Saat ini terdapat 23 kelompok pembuatan tusuk sate dengan 129 anggota yang diberdayakan, sedangkan total penerima manfaat program ini mencapai 651 orang.
Dalam menjalankan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ini PTBA berkolaborasi dengan pemerintah, para praktisi, dan masyarakat.
“Program ini sebagai wujud nyata kepedulian terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainability) karena dilakukan budidaya dan hilirisasi bambu,” kaa dia.
Kegiatan produksi tusuk sate ini diharapkan dapat dipenuhi kebutuhan dalam negeri yang masuk dalam program “Bamboo for Life” yang dijalankan PTBA sejak 2014 di area Pelabuhan Tarahan.
Penanaman bambu ini dilakukan untuk merestorasi lahan yang gersang.
“Saat ini terdapat 13.624 pohon bambu 49 hektare dengan serapan karbon mencapai 3.509 ton CO2e per tahun," kata dia.
Dalam Program Bamboo for Life ini, PTBA bukan hanya membantu masyarakat memproduksi tusuk sate, tapi juga membuat beragam produk turunan seperti pupuk organik cair, hand sanitizer, obat herbal cuka bambu, hingga disinfektan.
Baca juga: Dukung dekarbonisasi, PTBA pakai kendaraan listrik untuk operasional tambang
Program Bamboo for Life berhasil membawa PTBA meraih penghargaan PROPER Emas secara berturut-turut pada 2020 dan 2021.
Ketua Paguyuban Krajan Samadi mengatakan pengembangan produksi tusuk sate ini membantu mengatasi persoalan pengangguran di Desa Sidomulyo.
Melalui program PTBA ini, setiap anggota kelompok pembuatan tusuk sate bisa memperoleh pendapatan Rp1,2 juta per bulan karena rata-rata mampu memproduksi 5 Kg per hari dengan harga jual Rp8.000 per Kg.
Ia mengungkapkan, program pengembangan produksi tusuk sate berawal dari keprihatinan warga lantaran Indonesia mengimpor produk ini dari negara lain.
Karena itu pada tahun ini, Samadi menargetkan dapat melibatkan hingga 1.000 orang lansia dalam produksi tusuk sate ini. Dengan demikian, kebutuhan tusuk sate bisa terpenuhi dari produksi dalam negeri.
"Selama ini tusuk sate itu ternyata impor. Kebutuhannya di Jakarta dan Surabaya mencapai 4 kontainer per bulan, dengan satu kontainer berisi 27 ton,” kata dia.
Pada 2022 ini, ia menambahkan, dengan asumsi sebanyak 1.000 lansia yang terlibat maka dapat memproduksi 5 ton tusuk sate per hari sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi.
Untuk itu, pihaknya mengapresiasi PTBA yang menjalankan program ini sehingga dapat membantu kelompok rentan tetap produktif.
Masyarakat yang diberdayakan ini juga menyisihkan sebagian labanya sekitar Rp6-8 juta untuk membantu operasional TPQ Mutiara Ummat Insani yang mengasuh 37 santri.
Baca juga: Bukit Asam manfaatkan lahan bekas tambang jadi tambak ikan
Bukit Asam dampingi warga Lampung produksi tusuk sate
Program ini sebagai wujud nyata kepedulian terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainability) karena dilakukan budidaya dan hilirisasi bambu