Palembang (ANTARA) - Aktivis pusat pembelaan hak-hak perempuan "Women`s Crisis Centre (WCC) Palembang, Sumatera Selatan meminta wakil rakyat di DPR-RI menuntaskan pembahasan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi Undang Undang.
"Kami mendukung RUU PKS yang masuk kembali dalam Prolegnas Prioritas 2021 di DPR-RI untuk dibahas tuntas guna memberikan perlindungan maksimal kepada perempuan dan anak dari kekerasan seksual yang hingga kini kasusnya masih cukup tinggi," kata Direktur Eksekutif WCC Palembang Yeni Roslaini Izi di Palembang, Minggu.
Dia menjelaskan sudah cukup lama RUU PKS diusulkan dan dinantikan aktivis pembelaan hak-hak perempuan menjadi undang-undang.
Hampir satu dekade sejak Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengusulkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pertama kali pada 2012.
Usulan RUU PKS itu dalam prosesnya menghadapi berbagai hambatan, seperti dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, penolakan dari publik, hingga akhirnya masuk kembali dalam Prolegnas Prioritas 2021 di DPR-RI.
Perjalanan RUU PKS yang mendekati titik akhir akan dikawal, sehingga tidak dikeluarkan kembali dari Prolegnas Prioritas tahun ini.
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual itu mencakup pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum.
Perempuan hingga kini terus menghadapi berbagai bentuk diskriminasi, seperti kekerasan seksual, perkawinan anak, kriminalisasi perempuan karena aborsi, dan yang paling akhir adalah pengaturan pakaian perempuan di lembaga pendidikan.
Dalam kondisi pandemi COVID-19 sejak Maret 2020 hingga kini kekerasan seksual maupun bentuk kekerasan lainnya berbasis daring (online) juga semakin marak.
Menghadapi kondisi tersebut, pihaknya terus berupaya melakukan edukasi terhadap kaum perempuan dan melakukan berbagai tindakan yang dapat menurunkan kasus kekerasan terhadap perempuan yang setiap tahunnya di Sumsel di atas 100 kasus.
"Jika RUU PKS bisa dituntaskan pembahasannya oleh DPR-RI dan disahkan pemerintah menjadi Undang Undang, upaya pencegahan tindak kekerasan seksual, pemenuhan hak korban, dan pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum bisa maksimal," ujar Yeni Roslaini.