JPU bantah keterangan saksi kasus korupsi uji tera Kabupaten Banyuasin

id JPU,jaksa ,Jaksa Penuntut Umum,Pengadilan Negeri Palembang,PN Palembang,sidang korupsi,korupsi

JPU bantah keterangan saksi kasus korupsi uji tera Kabupaten Banyuasin

Sidang korupsi kasus uji tera Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (13/7). (ANTARA/M Riezko Bima EP/21)

Palembang (ANTARA) - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, menyampaikan keberatan atas keterangan saksi pada sidang korupsi uji tera di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa, yang menyatakan tidak ada kerugian negara.

Keterangan saksi ini disampaikan pada sidang lanjutan yang dipimpin Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang Abu Hanifah, Selasa.

JPU keberatan atas keterangan saksi yang dihadirkan terdakwa Tommy Ardiansyah dalam keterkaitannya pada kasus dugaan tindak pidana korupsi uji tera ulang/tera ulang terhadap alat ukur, alat takar, alat timbang, dan perlengkapannya (UTTP) di PT Perkebunan Nusantara 7 unit Bentanyan, Kabupaten Banyuasin.

Saksi merupakan seorang petugas dari Inspektorat Sumatera Selatan itu mengatakan bahwa tidak ada kerugian negara atas tindakan terdakwa Tommy Ardiansyah dalam kegiatan uji tera/tera ulang UTTP di PT Perkebunan Nusantara 7 unit Bentayan Banyuasin pada 2017-2019.

Ketua Tim JPU Kejaksaan Negeri Kabupaten Banyuasin M Lukber Liantama mengatakan keterangan yang disampaikan saksi dalam sidang tersebut kurang substansial dengan hasil audit yang dilakukan pihaknya.

Ia menyatakan bahwa dari hasil audit tersebut terdakwa Tommy Adiansyah dari Dinas Perdagangan dan Peridustrian Kota Palembang bersama tiga terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian negara senilai Rp14 miliar sebagaimana termaktum dalam Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palembang Nomor 1/Pen.Pid.Sus-TPK/2021/PN Plg tanggal 18 Februari 2021.

"Kami tetap pada dakwaan kami," kata dia.

Ia pun menyoalkan proses penunjukkan saksi dalam sidang tersebut, sebagai seorang petugas inspektorat sebelum menyampaikan kesaksian harus melapor terlebih dahulu kepada Sekretaris Daerah Sumatera Selatan sebagai Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

"Semestinya begitu melapor dulu ke Sekretaris Daerah, lalu bisa melakukan pendelegasian siapa yang menyampaikan kesaksian dalam sidang ini," kata dia.

Sementara, kuasa hukum terdakwa Nurmalah mengatakan, tidak ada yang patut diragukan dari keterangan saksi dalam sidang tersebut, karena yang dikatakan uang retribusi sesuai dengan Surat Ketetapan Tentang Retribusi (SKTR).

Sedangkan uang operasional dan biaya angkutan bukan merupakan uang negara sebagaimana yang didakwakan JPU Kejaksaan Negeri Banyuasin.

Ia menyakini dalam kasus tersebut yang patut dipertanyakan adalah hasil audit dari JPU tersebut. Sebab dari keterangan yang disampaikan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Banyuasin sebagai saksi dalam sidang beberapa waktu lalu juga menjelaskan hal serupa. Dengan begitu, uang pemasukan yang dimaksudkan JPU bukan menjadikan target dinas/Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

"Jadi jelas dalam kegiatan uji tera/tera ulang bukan menggunakan uang negara dan Kabupaten Banyuasin tidak rugi. Pihak PTPN 7 tidak komplain dan memang benar pembayaran dilakukan sesuai aturan," kata dia.

Adapun dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang kegiatan tanda tera atau tera terhadap UTTP di wilayah Kabupaten Banyuasin tahun 2017 sampai 2019 yang melibatkan Emen Hardianto, Hari Iwianwyah, Tommy Ardiansyah dari Dinas Perkebunan dan Perindustrian Kota Palembang, Afghanis dari Dinas Perkebunana dan Perindustrian Banyuasin yang ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus ini dan Marjuli dari PT Perkebunan Nusantara 7 unit Bentayan Banyuasin sebagai saksi.

Dalam dakwaan penuntut umum empat terdakwa tersebut dikenakan pasal berlapis yakni pasal 2 dan pasal 3 serta subsider pasal 11 dan 13 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang diduga telah merugikan keuangan negara senilai Rp1,4 miliar.

Mereka didakwa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Pewarta :
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.