Punya ikatan sejarah, India dukung industri fesyen Aceh

id Aceh,Disbudpar Aceh,Fesyen,Industri,India,kebudayaan,pariwisata,ekonomi,bisnis

Punya ikatan sejarah, India dukung industri fesyen Aceh

Pertemuan Disbudpar Aceh dengan Konjen India, di Medan, Rabu (7/7/2021). (ANTARA/HO/Humas Disbudpar Aceh)

Banda Aceh (ANTARA) - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh Jamaluddin menyatakan India siap memberikan dukungan pengembangan industri fesyen (pakaian) di Aceh, terlebih negara itu memiliki hubungan sejarah yang kuat dengan Aceh.

"India siap memberikan dukungan industri fesyen di Aceh karena Aceh dan India memiliki ikatan emosional yang kuat dari sisi sejarah," kata Jamaluddin dalam keterangannya, di Banda Aceh, Jumat.

Hal itu terkemuka dalam pertemuan dan silaturahmi kerjasama kebudayaan Disbudpar Aceh dengan Konsul Jenderal (Konjen) India di Medan, Rhagu Gururaj.

Jamaluddin mengatakan hubungan sejarah Aceh dengan India dapat dibuktikan lewat akulturasi budaya India di Aceh yang hampir memiliki kesamaan seperti dari segi kuliner, upacara adat bahkan motif-motif tradisional Aceh.

"Tentu ini disebabkan oleh aktivitas perdagangan rempah Aceh dan India sebagai pemasok tekstil terbesar pada masa lalu,” ujarnya.

Jamaluddin menuturkan dalam pertemuan itu, Konjen India Rhagu Gururaj menjelaskan bahwa India sebagai negara penghasil tekstil terbesar di dunia sangat mendukung program industri fesyen di Aceh.

Karena itu, sangat memungkinkan jika dilakukan investasi di bidang industri tersebut melalui bantuan mesin tekstil.

“India sangat mendukung, mereka persilakan Pemerintah Aceh untuk menyediakan platform khusus untuk kerja sama ini agar bisa direalisasikan dalam bidang industri fesyen ke depan,” kata Jamaluddin.

Sementara itu, Kabid Sejarah dan Nilai Budaya Disbudpar Aceh Evi Mayasari menyatakan kerjasama fesyen tersebut selaras dengan usaha Pemerintah Aceh membangkitkan kembali industri kain tradisional seperti tenun dan songket Aceh sebagai upaya pelestarian terhadap karya budaya Aceh yang hampir punah.

Selain itu, Aceh sebagai provinsi yang mayoritas Muslim juga memiliki kebutuhan akan fesyen Muslim (modest fashion), bahkan terus mengalami peningkatan.

“Permasalahannya saat ini, Aceh belum memiliki industri tekstil yang memadai, bahan baku untuk ini masih sangat terbatas sehingga harga bahan baku menjadi sangat mahal," katanya.

Kemudian, kata Evi, kain tenun atau songket Aceh saat ini juga masih diproduksi dalam skala kecil dan waktu kerja yang cukup lama dengan menggunakan alat tradisional dan belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat lokal apalagi luar negeri.

"Karena itu, kerjasama dengan India ini sangat diharapkan, sehingga industri fesyen serta kain tenun bisa dikembangkan lebih baik lagi ke depannya," demikian Evi.*