Cerita sutradara "True North" soal Bali hingga restoran Korea Utara
Jakarta (ANTARA) - Sutradara film animasi "True North" Eiji Han Shimizu pernah menetap di Bali hampir tujuh tahun sebelum kembali ke negara asalnya, Jepang.
Selama berada di Pulau Dewata, sutradara yang kini tinggal di Jepang mengerjakan film animasi "True North" yang digarap oleh animator Indonesia, Andrey Pratama, beserta timnya di Jakarta.
"Hampir tujuh tahun tapi kadang-kadang saya tinggal di Tokyo, lalu Bali atau jalan-jalan di tempat lain lagi di dunia," kata Eiji kepada ANTARA dalam wawancara video pekan ini.
Tapi, selama tujuh tahun, dia lebih lama menghabiskan waktu di pulau Dewata. Praktisi mindfulness ini sering memanfaatkan waktu untuk bermeditasi dan melakukan yoga selama tinggal di Indonesia.
"Bali adalah tempat yang luar biasa untuk hal seperti itu, saya menghabiskan banyak waktu untuk meditasi, yoga, retreat, itu masa-masa yang menenangkan," kata pendiri Emotional Content LLC yang menerbitkan komik biografi tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi dan Che Guevara.
Ide membuat film "True North" tercetus setelah dia membaca buku berisi kisah orang-orang Korea Utara yang pernah merasakan hidup di kamp konsentrasi. Dalam mengumpulkan materi yang kemudian digodok menjadi cerita "True North", Eiji tentunya tak bisa nekat ke Korea Utara dan mewawancarai masyarakat di sana.
Mengingat dirinya membuat proyek yang "tidak ramah" bagi rezim setempat, ia mengandalkan testimoni orang-orang Korea Utara yang berhasil selamat dari penjara politik dan kini tinggal di Seoul, Korea Selatan dan Tokyo, Jepang.
Meski pada dasarnya warga Jepang sebetulnya tak sulit bila ingin mengunjungi Korea Utara selama bisa memenuhi semua dokumen yang disyaratkan dan harus bepergian bersama pemandu yang ditunjuk, serta menaati semua aturan.
Kendati belum pernah singgah di negara tempat Kim Jong-un berkuasa, setidaknya Eiji pernah mampir ke restoran Korea Utara di Kamboja.
"Saya sebetulnya ingin pergi ke restoran Korea Utara yang di Jakarta, tapi belum sempat," kata Eiji, merujuk kepada restoran Pyongyang yang dulu diduga markas intelijen Korea Utara.
Pada 2017, banyak jurnalis meliput restoran di Kelapa Gading setelah insiden pembunuhan Kim Jong-nam yang melibatkan dua perempuan asal Indonesia dan Vietnam. Para jurnalis diusir dan dilarang meliput, dan restoran itu akhirnya ditutup.
Aura misterius juga ditemui di restoran yang berlokasi di Kamboja.
"Saya lupa di kota apa, yang pasti di Kamboja. Ada restoran Korea Utara di sana. Yang menarik adalah bagaimana isi restorannya. Bagian dalamnya terbagi menjadi tiga: dapur, restoran bagian satu dan bagian dua."
Dua area itu dipisahkan oleh dinding atau pintu. Hanya satu area yang bisa dimasuki pengunjung yang datang untuk memesan makanan Korea Utara, sementara area satu lagi sama sekali tidak pernah dibuka untuk umum.
Film "True North" menceritakan Yohan, bocah laki-laki berusia sembilan tahun, bersama adik dan ibunya yang mendadak digiring ke kamp penjara politik di Korea Utara. Kepolosan dan keluguan Yohan tergerus. Masa kecil yang seharusnya bahagia direnggut oleh brutalnya kehidupan di sana. Beranjak dewasa, Yohan mencari makna hidup di tengah hari demi hari yang penuh derita.
Selama berada di Pulau Dewata, sutradara yang kini tinggal di Jepang mengerjakan film animasi "True North" yang digarap oleh animator Indonesia, Andrey Pratama, beserta timnya di Jakarta.
"Hampir tujuh tahun tapi kadang-kadang saya tinggal di Tokyo, lalu Bali atau jalan-jalan di tempat lain lagi di dunia," kata Eiji kepada ANTARA dalam wawancara video pekan ini.
Tapi, selama tujuh tahun, dia lebih lama menghabiskan waktu di pulau Dewata. Praktisi mindfulness ini sering memanfaatkan waktu untuk bermeditasi dan melakukan yoga selama tinggal di Indonesia.
"Bali adalah tempat yang luar biasa untuk hal seperti itu, saya menghabiskan banyak waktu untuk meditasi, yoga, retreat, itu masa-masa yang menenangkan," kata pendiri Emotional Content LLC yang menerbitkan komik biografi tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi dan Che Guevara.
Ide membuat film "True North" tercetus setelah dia membaca buku berisi kisah orang-orang Korea Utara yang pernah merasakan hidup di kamp konsentrasi. Dalam mengumpulkan materi yang kemudian digodok menjadi cerita "True North", Eiji tentunya tak bisa nekat ke Korea Utara dan mewawancarai masyarakat di sana.
Mengingat dirinya membuat proyek yang "tidak ramah" bagi rezim setempat, ia mengandalkan testimoni orang-orang Korea Utara yang berhasil selamat dari penjara politik dan kini tinggal di Seoul, Korea Selatan dan Tokyo, Jepang.
Meski pada dasarnya warga Jepang sebetulnya tak sulit bila ingin mengunjungi Korea Utara selama bisa memenuhi semua dokumen yang disyaratkan dan harus bepergian bersama pemandu yang ditunjuk, serta menaati semua aturan.
Kendati belum pernah singgah di negara tempat Kim Jong-un berkuasa, setidaknya Eiji pernah mampir ke restoran Korea Utara di Kamboja.
"Saya sebetulnya ingin pergi ke restoran Korea Utara yang di Jakarta, tapi belum sempat," kata Eiji, merujuk kepada restoran Pyongyang yang dulu diduga markas intelijen Korea Utara.
Pada 2017, banyak jurnalis meliput restoran di Kelapa Gading setelah insiden pembunuhan Kim Jong-nam yang melibatkan dua perempuan asal Indonesia dan Vietnam. Para jurnalis diusir dan dilarang meliput, dan restoran itu akhirnya ditutup.
Aura misterius juga ditemui di restoran yang berlokasi di Kamboja.
"Saya lupa di kota apa, yang pasti di Kamboja. Ada restoran Korea Utara di sana. Yang menarik adalah bagaimana isi restorannya. Bagian dalamnya terbagi menjadi tiga: dapur, restoran bagian satu dan bagian dua."
Dua area itu dipisahkan oleh dinding atau pintu. Hanya satu area yang bisa dimasuki pengunjung yang datang untuk memesan makanan Korea Utara, sementara area satu lagi sama sekali tidak pernah dibuka untuk umum.
Film "True North" menceritakan Yohan, bocah laki-laki berusia sembilan tahun, bersama adik dan ibunya yang mendadak digiring ke kamp penjara politik di Korea Utara. Kepolosan dan keluguan Yohan tergerus. Masa kecil yang seharusnya bahagia direnggut oleh brutalnya kehidupan di sana. Beranjak dewasa, Yohan mencari makna hidup di tengah hari demi hari yang penuh derita.