MK putuskan jaksa setiap pemeriksaan Notaris harus ada persetujuan Majelis Kehormatan Notaris

id Mahkamah Konstitusi, notaris, persatuan jaksa indonesia,Wahiduddin Adams,hakim konstitusi,jaksa minta persetujuan notaris,jaksa,mk

MK putuskan jaksa setiap pemeriksaan Notaris harus ada persetujuan Majelis Kehormatan Notaris

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)

Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi memutuskan jaksa atau hakim tetap harus meminta persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) untuk menghadirkan notaris dalam pemeriksaan.

Dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, Mahkamah Konstitusi menolak uji materi pasal 66 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan Persatuan Jaksa Indonesia (PJI).

Pemohon mendalilkan ketentuan penyidik harus mendapatkan persetujuan dari MKN untuk mengambil fotokopi minuta akta atau penyimpanan notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan mengakibatkan terjadinya penghentian penyidikan.

Terhadap dalil tersebut, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang membacakan putusan mengatakan pemohon tidak memahami norma Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris secara utuh, termasuk kewenangan dari MKN.

"Adanya persetujuan MKN tidak bertujuan untuk mempersulit proses penyidikan atau keperluan pemeriksaan terhadap notaris," tutur Wahiduddin Adams.

Hal tersebut telah diantisipasi dengan adanya ketentuan Pasal 66 ayat (3) yang menyatakan, bahwa MKN dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.

Pasal 66 ayat (4) juga semakin menegaskan, yang berbunyi, "Dalam hal Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan".

"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat bahwa dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," ucap Wahiduddin Adams.