"A Whisker Away" kisahkan cinta dan jati diri tak ingin jadi manusia lewat animasi cantik

id a whisker away,anime,netflix,film kisah cinta jati diri,kisah cinta

"A Whisker Away" kisahkan cinta dan jati diri tak ingin jadi manusia lewat animasi cantik

Cuplikan "A Whisker Away" (2020). (Twitter/NetflixID)

Jakarta (ANTARA) - "A Whisker Away" merupakan film animasi Jepang (anime) Netflix yang berfokus pada kisah Miyo Sasaki (Mirai Shida), seorang siswi kelas 2 SMP yang menyukai teman sekelasnya, Kento Hinode (Hanae Natsuki).

Miyo -- yang dipanggil "Muge" oleh teman-temannya di sekolah, mencoba menarik perhatian Hinode yang bersikap dingin dan jarang bicara tersebut. Segala cara Miyo lakukan, namun tidak ada perubahan yang berarti.

Gadis ceria itu kemudian menemukan sebuah topeng ajaib yang bisa mengubahnya menjadi seekor kucing. Dengan kekuatan topeng itu, Miyo mencoba mendekati Hinode, dengan wujud sebagai seekor kucing kecil.

Sepulang sekolah, Miyo akan berubah menjadi seekor kucing dan mencoba menghibur Hinode -- yang rupanya memiliki masalah di keluarganya. Pemuda itu juga kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya, bahkan kepada keluarganya sekali pun.

Kehadiran Miyo -- dalam wujud kucing -- rupanya bisa menggugah Hinode untuk berbagi keluh kesahnya.


 
Cuplikan "A Whisker Away" (2020). (Twitter/NetflixID)


Hari demi hari berlalu. Miyo, yang telah menetapkan hatinya untuk mengungkapkan perasaannya kepada Hinode, malah berujung masalah.

Tanpa pikir panjang, Miyo berkata bahwa ia tak ingin menjadi manusia, dan permintaan tersebut terkabul, dan menimbulkan masalah dan rasa bersalah baru.

Film dibuka dengan pemicu konflik utama dalam film ini, dimana Miyo "dipertemukan" dengan topeng ajaib yang dapat mengubahnya menjadi seekor kucing.

Pembuka yang terlihat ajaib tersebut lalu dialihkan ke kenyataan yang tengah dijalani oleh Miyo dan tokoh-tokoh utama lainnya, seperti orang tua kandung dan tiri Miyo, dan teman-temannya yaitu Hinode, Yori dan Isami.

Melalui pembuka ini, penonton diajak untuk melihat dua sisi dari lakon utamanya -- ketika ia sendiri dan ketika ia dihadapkan dengan orang lain.

Miyo sebagai seorang tokoh utama mungkin terkadang membuat penonton merasa gemas dengan pilihan-pilihan yang ia ambil. Namun, perlu diingat bahwa Miyo merupakan gadis muda yang memiliki latar belakang yang cukup rumit.

Ia dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya karena pilihan orang tuanya, dan hal itu membuatnya terbiasa untuk tidak berpikir panjang dan mengungkapkan kesedihannya sejak kecil.

Selain penokohannya yang cukup kuat dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, "A Whisker Away" dianimasikan dengan indah oleh Studio Colorido dalam gaya yang sama sederhananya -- menonjolkan keindahan kota Tokoname di Prefektur Aichi, Jepang pada musim panas.

Tak hanya itu, petualangan Miyo cs di Pulau Kucing untuk mengubah dirinya kembali menjadi manusia juga didukung dengan latar dan animasi yang cantik dan memanjakan mata.

Dipadukan dengan arahan duo sutradara Junichi Sato ("Sailor Moon", "Aria the Animation", "Princess Tutu") dan Tomotaka Shibayama ("Blue Exorcist", "Le Chevalier D'Eon"), film ini mampu menggiring penonton untuk tetap menantikan apa yang terjadi selanjutnya untuk Miyo dan Hinode.

Film ini menyentuh hal-hal ringan, namun secara tak langsung juga menyinggung luka emosional yang dapat menyebabkan kedua lakon utamanya menjadi lemah dan bahkan tidak bisa diselamatkan oleh "sihir" apapun.

Premis tersebut bukanlah hal yang asing bagi Mari Okada, yang sebelumnya terlibat pada anime bergenre drama seperti "Maquia - When the Promised Flower Blooms" dan "Anohana: The Flower We Saw That Day". Okada kali ini berperan sebagai penulis naskah "A Whisker Away".

"A Whisker Away" dengan manis menyampaikan melalui kedua tokohnya untuk belajar menghargai proses, emosi, dan cinta kepada sesama manusia.

Hal lain yang dapat diapresiasi dari film ini adalah kemampuan akting dari para pengisi suaranya. Tak hanya itu, film ini juga didukung dengan lantunan musik dan lagu dari Yorushika yang liriknya dengan sempurna menggambarkan emosi para pemerannya.

Film dengan judul Bahasa Jepang "Nakitai Watashi wa, Neko wo Kaburu" ini sebelumnya dijadwalkan akan tayang di bioskop Jepang pada 5 Juni, namun mengalami kemunduran akibat pandemi COVID-19.

"Neko wo kaburu" -- jika diartikan secara literal, berarti "berpura-pura menjadi kucing", namun ungkapan tersebut lebih dekat dengan berpura-pura dalam konteks membohongi dan "lari" dari masalah dengan menjadi seekor kucing.

Kisah cinta dan pencarian jati diri Miyo dan Hinode ini disaksikan eksklusif di Netflix mulai 18 Juni.