Yohana Yembise: Kesetaraan gender sebagai kunci keluarga harmonis

id kesetaraan gender,keluarga harmonis,yohana yembise,laksana tri handoko,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari i

Yohana Yembise: Kesetaraan gender sebagai  kunci keluarga harmonis

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise. (Ali Khumaini)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise mengatakan kesetaraan gender merupakan kunci terciptanya keharmonisan dalam keluarga sehingga dapat mendidik anak-anak untuk menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul.

"Kemitraan peran gender antara suami istri dalam pembagian peran dan pengambilan keputusan akan mempermudah dalam melakukan semua fungsi keluarga. Oleh karena itu, kemitraan peran gender antara suami istri akan membentuk keharmonisan keluarga," kata Menteri Yohana dalam sambutan yang dibacakan oleh Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Sesmen PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu, Jakarta, Senin.

Menurut Yohana, kesetaraan gender dalam relasi keluarga menjadi salah satu pondasi dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Kesetaraan gender dapat dilakukan melalui pembagian peran suami dan istri dalam mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga, termasuk praktik pengasuhan dalam rangka perlindungan anak.



Ketahanan keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumberdaya setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk didalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial.

Yohana mengatakan kemitraan peran gender dalam keluarga merupakan syarat mutlak awal terjadinya pelaksanaan fungsi keluarga. Tugas keluarga akan terasa ringan apabila dikerjakan dengan tulus dan ikhlas disertai dengan perencanaan bersama antara suami-istri.

"Melalui kemitraan gender dalam keluarga, maka tujuan keluarga akan tercapai dengan lebih sistematis, terencana, dan efektif. Jadi, 'siapa mengerjakan apa' disebut sebagai pembagian peran gender dalam keluarga yang berkaitan dengan status, kegiatan, fungsi, tugas, kedudukan, kebutuhan dan tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan," ujar Yohana.

Yohana mengatakan sejumlah pendekatan kesetaraan gender dalam keluarga dapat dilakukan antara lain dengan membiasakan kerja sama dalam menjalankan peran antara anggota keluarga; kerja sama antara anak dan orang tua dalam melakukan tugas dan kewajiban keluarga; kerja sama antar saudara kandung dalam mengerjakan tugas keluarga sehari-hari; kerja sama anak dengan teman sekolah dan teman tetangga dalam bermain atau bersosialisasi; kerjasama anak dengan keluarga besar dan pihak lainnya.



Kemudian, menggalang kemitraan gender dalam manajemen keuangan, manajemen waktu dan pekerjaan, manajemen rumah dan pekarangan secara terbuka dan transparan; tidak melakukan marginalisasi baik suami atau istri; tidak melakukan subordinasi baik suami atau istri.

Dalam mewujudkan kesetaraan gender, maka tidak melakukan labelisasi atau stereotype baik suami atau istri; tidak melakukan kekerasan baik kepada suami atau istri atau anak; serta tidak mengeksploitasi beban kerja ganda baik kepada suami atau istri.

Senada dengan Menteri Yohana, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakn kesetaraan gender lahir dari pembagian peran yang disepakati dengan kedua pihak antara suami dan istri.

"Ada suami yang tidak masalah menjadi suami rumah tangga, tapi sebaliknya ada istri yang tidak bisa menerima kalau suaminya sebagai suami rumah tangga, terus dia merasa suaminya itu rendah. Itu kan menjadi tidak harmonis," ujarnya.



Menurut Handoko, kesetaraan gender erat kaitannya dengan pembagian peran dalam menjalankan fungsi keluarga, serta diperlukan untuk menjaga keharmonisan keluarga.

"Kesetaraan gender bukan berarti selalu sama suami dan istri, bukan berarti istri tidak boleh lebih dari suami, juga tidak begitu. Setara itu kan artinya masih dalam batas-batas toleransi kedua pihak di dalam keluarganya," tutur Handoko.