Jakarta (ANTARA) - Jika bendera nasional Republik Indonesia sang Merah Putih berkibar dan lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan di semua belahan Nusantara dan wilayah di mancanegara seperti di Kedubes RI maupun Konjen RI, agaknya bukan sesuatu yang istimewa, khususnya saat memperingati HUT Kemerdekaan setiap 17 Agustus.
Namun, menjadi berbeda dan bahkan bernilai istimewa dan luar biasa bila Merah Putih dikibarkan diiringi lagu Indonesia bukan di kawasan yang menjadi atau terkait dengan wilayah Indonesia, terlebih di wilayah konflik dan bahkan penjajahan.
Momentum istimewa itu benar-benar terjadi saat 17 Agustus 2019 lalu di Jalur Gaza, Palestina.
Menjadi luar biasa karena Jalur Gaza, wilayah Palestina yang hingga kini masih diblokade oleh zionis Israel, adalah kawasan mematikan karena seringnya rakyat Palestina -- bahkan anak-anak dan kaum perempuan -- sering menjadi korban serangan udara militer Israel.
Selama 12 tahun terakhir, Jalur Gaza -- sebuah wilayah kantong di selatan Palestina -- diblokade Israel sehingga terisolasi dari dunia luar, dan berakibat pada lumpuhnya aktivitas ekonomi dan kehidupan.
Laporan BBC pada 6 Mei 2019 yang mengutip data PBB menyebutkan bahwa di pihak Palestina, sebanyak 2.251 orang yang mencakup 1.462 orang tewas selama tujuh pekan dalam konflik di kawasan itu.
Sedangkan Kantor berita Associated Press, Senin (6/5), melaporkan korban tewas termasuk seorang perempuan hamil dan keponakannya yang baru berusia 14 bulan.
Data statistikal menunjukkan warga Gaza yang syahid karena bombardir bom-bom yang dijatuhkan dari udara oleh militer Israel barangkali kini sudah tidak terhitung, khususnya pasca-Perang 1967 di mana tanah-tanah Palestina diduduki Israel hingga kini.
Bahkan, dari kondisi semacam itu Sekjen PBB, Antonio Guterres tahun 2018 telah memperingatkan bahwa wilayah yang memiliki luas 365 persegi tersebut akan menjadi wilayah tak layak huni pada tahun 2020.
Upacara bendera
Adalah Abdillah Onim, seorang sukarelawan Indonesia yang hingga kini masih menetap di Jalur Gaza, Palestina, yang mengabarkan tentang keterlibatan dan antusiasmenya rakyat dan pejabat pemerintah di wilayah itu ikut memperingati dan merayakan HUT ke-74 RI.
"Alhamdulillah sekurangnya 900 warga Palestina dan pejabat pemerintah di Gaza ikut melaksanakan upacara HUT ke-74 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus lalu," katanya saat menghubungi ANTARA di Jakarta, Senin (19/8).
Dalam rangkaian perayaan itu, warga Gaza mengibarkan bendera Indonesia Merah Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sedangkan Onim sendiri membacakan teks Proklamasi.
Abdillah Onim, yang populer dengan sebutan "Bang Onim" menceritakan bahwa gagasan perayaan HUT RI di Gaza sebenarnya sudah diawali sejak tahun 2016, di mana ada kerabatnya yang asli orang Gaza memberikan saran.
"Ya, akhi Bang Onim negara Indonesia itu 'kan sudah merdeka dan tentu setiap tahun pasti mengadakan HUT, apakah memungkinkan jika kita gelar acara sederhana HUT RI di Gaza seperti solidaritas, atau doa dari Palestina untuk Indonesia atau sejenisnya,"?
Singkat cerita, dari obrolan itu akhirnya digagas kegiatan peringatan HUT Kemerdekaan RI di Gaza, meski diakui ada sejumlah kendala, seperti persiapan dan latihan.
Apalagi harus melatih orang-orang Palestina yang notabene mereka belum paham soal HUT apalagi Palestina belum pernah mengadakan kegiatan sejenis karena masih dijajah.
Kemudian, pada 2017 sebelum HUT RI ia mulai mencari apakah ada organisasi semacam Pramuka seperti di Indonesia di Gaza dan ternyata ada, termasuk tiang bendera, lapangan tempat upacara bendera yang bisa menampung ratusan orang.
Setelah pendataan itulah kemudian disimpulkan bahwa sangat memungkinkan untuk menggelar upacara HUT Kemerdekaan RI di Gaza, Palestina.
"Jadi, dari perkembangan itulah kemudian lahir cikal bakal ide merayakan HUT Kemerdekaan RI itu," kata Onim, yang menikah dengan Muslimah Gaza itu.
Perlombaan dan kesenian
Sebenarnya, sejak empat tahun belakangan ini rakyat Palestina turut mengadakan HUT RI sebagai bentuk suka-cita atas kemerdekaan yang diraih rakyat Indonesia, sekaligus sebagai bukti atas eratnya hubungan kedua negara, yakni Indonesia dan Palestina.
Sedangkan perayaan HUT ke-74 Kemerdekaan RI di Gaza itu pada 2019 akhirnya tetap berlanjut dengan lebih meriah, yang dipusatkan di Taman Bisan Bait Lahiyah, Gaza Utara.
Kemeriahan itu dilakukan dengan menggelar sejumlah perlombaan seperti balap karung, panjat pinang dan tarik tambang.
Selain itu, juga ditampilkan kesenian dan kebudayaan baik dari Indonesia maupun Palestina, yakni tarian Beksan Wanara, tarian Jawa, dan tarian tradisional Palestina yaitu dabka
Selain rakyat Gaza, kegiatan itu juga dihadiri pejabat Palestina di Gaza seperti Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wakil Menteri Kebudayaan, dan sukarelawan organisasi kegawatdaruratan kesehatan, "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia yang sedang melaksanakan pembangunan tahap II Rumah Sakit Indonesia (RSI).
"Hadir juga ulama Palestina dan ratusan santri hafidz Quran," katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Kebudayaan Palestina di Gaza Dr Anwar Barawi yang didaulat mewakili pejabat pemerintah menyampaikan selamat kepada bangsa Indonesia.
Selain itu, ia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah dan rakyat Indonesia yang selalu berada di garda terdepan untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Dalam lintasan sejarah, eratnya hubungan Indonesia-Palestina bisa dijejak, karena saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1944 Palestina adalah salah satu yang mengakui dan mendukung sebelum negara Arab lainnya.
Menurut buku berjudul "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan Lc (https://news.okezone.com/read/2017/12/17/18/1831562/jadi-negara-pertama-yang-akui-kemerdekaan-ri-indonesia-tak-gentar-bela-palestina) menyebutkan Palestina mengakui kemerdekaan Indonesia di saat negara-negara lain belum memutuskan sikap.
Pengakuan ini dilontarkan saat Indonesia masih dijajah tentara Jepang. Pada September 1944, Mufti Besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia sebelum negara Arab yang lain.
Pada halaman 40 buku itu juga diterangkan bahwa pengakuan Mufti Besar Palestina, Amin Al-Husaini diumumkan melalui Radio Berlin berbahasa Arab. Berita yang disiarkan melalui radio tersebut terus disebarluaskan selama 2 hari berturut-turut. Bahkan buletin harian “Al-Ahram” yang terkenal juga menyiarkan berita itu.
Amin Al-Husaini saat itu diketahui sedang bersembunyi di Jerman pada permulaan Perang Dunia II. Ulama kharismatik tersebut mengumumkan dukungannya atas kemerdekaan Indonesia di tengah situasi sulit. Ia diketahui tengah berjuang melawan imperialis Inggris dan Zionis yang ingin menguasai Kota Al-Quds, Palestina.
Syekh Muhammad Amin Al-Husaini kemudian mendesak Negara-negara Timur Tengah lainnya untuk mengikuti jejaknya. Seruan yang disampaikan Muhammad Amin Al-Husaini ini kemudian disambut baik oleh Mesir. Setelah Palestina, Mesir jadi negara selanjutnya yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Mesir mengakui kedaulatan Republik Indonesia tepatnya pada 22 Maret 1946.
Di kala Merah Putih dan Indonesia Raya berkibar di Jalur Gaza
....Alhamdulillah sekurangnya 900 warga Palestina dan pejabat pemerintah di Gaza ikut melaksanakan upacara HUT ke-74 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus lalu....