Baturaja (ANTARA Sumsel) - Polres Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan mediasi menghadirkan pihak instansi terkait dengan warga Desa Merbau Kecamatan Lubukbatang dan perusahaan MHP, terkait dengan penyanderaan lima orang pekerja perusahaan oleh warga beberapa hari sebelumnya.
Mediasi yang dilakukan di ruang rapat Polres Ogan Komering Ulu (OKU) itu buntut dari panyanderaan lima orang pekerja PT Musi Hutan Persada (MHP) pada Senin (21/12), kata Kapolres OKU, AKBP Dover Christian di Baturaja, Rabu.
Dijelaskannya, dalam mediasi itu mendengarkan kronologis penyebab terjadinya penyanderaan lima orang pekerja PT MHP.
Kapolres mengatakan, sebelumnya Senin (21/12) sekitar pukul 18.00 WIB pihaknya mendapatkan kabar dari warga Merbau jika di kantor desa ada lima orang pekerja PT MHP yang ditahan warga.
"Mendengar kabar tersebut, kita langsung mengutus kabag OPS dan personel untuk mendatangi lokasi. Dan benar saja saat petugas ke lapangan sekitar pukul 20.00 WIB, kelima pekerja tersebut berada di dalam kantor desa dan sudah ditahan dari pukul 16.00 WIB, kemudian setelah direda akhirnya kelima pekerja tersebut dilepas warga," kata Kapolres.
Sementara, menurut keterangan warga dan pihak MHP, kejadian penyanderaan tersebut bermula ketika pihak MHP melakukan pembersihan lahan seluas 32 hektare yang sudah menjadi permasalahan antara warga dan pihak MHP dari dulu.
Selanjutnya, saat karyawan MHP melakukan pembersihan, merambah ke kebun warga yang juga dalam lahan tersebut, sehingga berbuntut penyandraan oleh warga yang tidak senang kebun mereka ditebang, kata Kapolres menjelaskan.
Kemudian, Kapolres juga mengatakan, setelah mendengarkan dari pihak pemkab yang mengatakan jika lahan tersebut memang dalam masalah.
Namun pada bulan Maret lalu terjadilah perjanjian bahwa sebelum surat dilayangkan pihak pemkab OKU ke Kementrian terkait yang meminta kejelasan status tanah apakah kembali ke masyarakat atau tetap dikuasai oleh perusahaan maka lahan tersebut tidak boleh diganggu gugat.
Menurut Kapolres, saat ini pemkab OKU akan kembali mengirimkan surat kepada pihak Kementrian untuk menanyakan kejelasan masalah tanah tersebut. "Jika nantinya pihak Kementrian sudah mengeluarkan keputusan, kita berharap agar siapapun yang tidak berhak atas tanah tersebut supaya berlapang dada, karena keputusan itu melalui proses pertimbangan panjang dan yang terbaik,"kata AKBP Dover.
Pantauan di lapangan, pasca mediasi di Mapolres tadi terdapat tiga keputusan, yakni warga desa dan pihak perusahaan tidak boleh mengelola lahan di KM 10 seluas 34 hektare, kemudian pihak Pemkab secepatnya akan melayangkan surat ke Kementrian terkait dan berusaha agar akhir bulan Februari 2016 surat dari pemkab sudah mendapat balasan dari kementrian.
Serta pihak MHP harus kembali mengaktifkan program CSR untuk masyatakat tahun 2016 yang telah disetop pihak perusahaan, karena permasalahan berkuranganya masukan penghasilan perusahaan.